Karyawan PT Adhi Karya Tbk (ADHI) mengerjakan proyek Light Rail Transit (LRT) Cibubur - Cawang di Kawasan Halim, Jakarta Selatan, Sabtu (22/10). ADHI berupaya mengebut pengerjaan proyek infrastruktur meskipun kontrak belum ditandatangani. Pihaknya akan menggunakan dana penyertaan modal negara (PMN) yang telah didapat tahun lalu. kontrak dari Kementerian Perhubungan bisa terealisasi paling cepat November 2016. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Pengamat Lembaga Studi dan Advokasi Maysarakat (ELSAM) Andi Muttaqin menilai proyek pembangunan infrastuktur yang dilakukan pemerintahan Joko Widodo tidak sebanding dengan perlindungan negara kepada masyarakat. Kondisi demikian dikhawatirkan akan menimbulkan potensi konflik di masyarakat.

“Kita tahu perlindungan Indonesia sangat buruk, misal perpindahan orang secara paksa, masalah ganti rugi sangat sepihak, kalau pengadaan tanah, masyarakat setuju tidak setuju uangnya dititipkan kepada pengadilan. Proyek jalan terus,” katanya di Jakarta, Kamis (2/3).

Menurutnya, proyek infrastruktur bukan saja merusak tanah dan lingkungan serta hutan. Di samping itu, pendanaan dari pembangunan infrastruktur yang didapatkan dari utang luar negeri juga menyimpan bahaya.

Seharusnya, lanjut Andi, proyek infrastruktur pendanaannya mengambil standar dari World Bank. Sebab World Bank memiliki sistem perlindungan yang cukup baik dibandingkan dengan standar negara.

“Sistem perlindungannya masih mengacu kepada sistem yang cendrung ke negara. Padahal kalau ini merupakan proyek World Bank harusnya mengacu kepada World Bank. Bila kita bandingkan bank dunia dengan Indonesia lebih tinggi bank dunia dalam hal perlindunganya,” jelas Andi.

Di sisi lain, ELSAM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil juga mengkritisi permasalahan AMDAL, Undang-Undang Pembebasan Lahan, aturan tentang partisipasi masyarakat, konsultasi serta aturan baru yang mempercepat perampasan tanah.

Jangka waktu publik untuk memberikan tanggapan atau masukan juga jadi semakin terbatas, termasuk masalah mekanisme pengaduan, perlindungan keanekaragaman hayati, tanah adat dan hak-hak hingga proses perijinan lingkungan.

(Teuku Wildan)

Artikel ini ditulis oleh: