Jakarta, Aktual.com – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman D Hadad menyebut, fenomena kedekatan layanan keuangan dengan masyarakat dinilai bisa program pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan.

“Di hampir setiap negara ada fenomena tersebut. Ini sejalan dengan keinginan pemerintah dalam menyejahterakan rakyat. Salah satunya dengan mendekatkan jarak antara layanan keuangan dengan masyarakat,” tutur Muliaman, di Jakarta, Kamis (20/10).

Menurut Muliaman, dalam pertemuan tahunan yang digelar IMF dan Bank Dunia, ternyata membahas bagaimana mendorong industri keuangan menjadi inklusif, bukan eksklusif.

Ia menyebutkan, jika jarak antara lembaga keuangan dan masyarakat untuk mengakses modal relatif jauh, maka akan susah diakses masyarakat. Akan tetapi, jika jaraknya dekat orang-orang bisa berusaha, sehingga ketika seseorang bisa berusaha tentu orang itu akan terhindar dari kemiskinan.

“Makanya, akses keuangan dan terbukanya layanan keuangan yang luas harus terus digalakan. Khususnya di desa-desa, dan di pulau-pulau terpencil serta di daerah Indonesia bagian timur. Ini yang harus jadi prioritas,” tandasnya.

Dan kedekatan masyarakat terhadap lembaga keuangan, kata dia, juga tak lepas dari fasilitas pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya yang didapat mereka.

Selama ini, OJK terus terlibat dalam semua program pemerintah, termasuk dalam pengentasan kemiskinan. Sedang yang terbaru, terlibat banyak dalam mengkomunikasikan Tax Amnesty.

“Saya termasuk yang ikut selalu keliling kota di Indonesia, bahkan di ajak ke luar negeri untuk mengkomunikasikan tentang manfaat dan bagaimana dampaknya (tax amnesty) sendiri bagi Industri Jasa Keuangan dan masyarakatnya sendiri,” kata dia.

Di menambahkan, program pengentasan kemiskinan merupakan tugas dan cita-cita pemerintah yang sangat bersinggungan dengan tugas-tugas OJK. “Oleh sebab itu kami selalu intens, bagaimana mendekatkan layanan keuangan tersebut ke masyrakat,” ujarnya.

Kampanye ini, sebut Muliaman, harus terus dilakukan. Sebab belakangan ini pendekatan industri jasa keuangan kepada masyarakat sudah harus bisa merata ke seluruh lapisan. Bukan hanya orang-orang terentu.

Apalagi di tengah suku bunga rendah, kata Muliaman, telah menjadi peluang biaya dana atau cost of fund (cof) bank yang turun. Ditambah lagi, tingkat inflasi juga masih terkendali.

“Saya kira memungkinkan itu (biaya dana turun) dengan inflasi yang rendah. Dan kemudian juga tingkat bunga yang ditawarkan oleh bank-bank mestinya bisa single digit,” ujar dia.

Pada Kamis (20/10), Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) telah mengumumkan tingkat suku bunga acuan untuk kembali diturunkan. Dengan kondisi suku bunga acuan yang turun, maka industri perbankan diprediksi juga akan menurunkan suku bunga kreditnya.

Hasil RDG) BI yang digelar sejak kemarin hingga Kamis ini memutuskan memangkas suku bunga acuan (BI-7 day reverse repo rate) sebesar 25 basis points (bps) ke level 4,75%. Dengan pemangkasan tersebut, deposit facility dan lending facility turun 25 bps masing-masing menjadi 4% dan 5,5%.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka