Pertamina Menyatukan PGN dan Pertagas untuk Peningkatan Bisnis Gas Nasional

Pada 29 Juni 2018, proses pembentukan Holding BUMN Migas memasuki tahap baru. PGN menandatangani Perjanjian Jual Beli Saham Bersyarat (Conditional Sales Purchase Agreement/CSPA) dengan PT Pertamina (Persero).

Kegiatan penandatanganan CSPA antara Pertamina dan PGN ini merupakan kelanjutan dari proses integrasi PGN untuk mengakuisisi Pertagas sebagai tahap lanjutan usai induk BUMN Migas resmi berdiri pada 11 April 2018 lalu (“Holding BUMN Migas”) yang dilakukan dengan menerapkan Good Corporate Governance dan Peraturan Perundangan yang berlaku, khususnya di bidang pasar modal serta melibatkan berbagai pihak.

Menteri BUMN Rini Soemarno usai pembahasan akuisisi Pertagas oleh PGN (Foto: Dok BUMN)
Menteri BUMN Rini Soemarno usai pembahasan akuisisi Pertagas oleh PGN (Foto: Dok BUMN)

Holding BUMN Migas tersebut disahkan melalui penandatanganan Perjanjian Pengalihan Hak Atas Saham Negara Republik Indonesia pada PT Perusahaan Gas Negara Tbk. dalam rangka Penyertaan Modal Republik Indonesia ke Pertamina. Dengan penandatanganan CSPA ini, PGN menjadi pemilik mayoritas Pertagas sebanyak 51 persen.

“Sesuai dengan CSPA, transaksi akan diselesaikan dalam 90 hari ke depan,” ujar Rachmat.

VP Corporate Communication PT Pertamina, Adiatma Sardjito mengatakan, setelah proses integrasi ini selesai, PT Pertamina sebagai Holding BUMN Migas mengarahkan PGN selaku subholding gas mengelola bisnis gas secara terintegrasi di Indonesia. “Pertagas akan diintegrasikan sebagai anak usaha PGN, dalam kerangka Holding Migas sebagaimana ditetapkan dalam PP 06 Tahun 2018,” kata Adiatma.

Melalui integrasi ini, Holding BUMN Migas pun diharapkan menghasilkan sejumlah manfaat di antaranya menciptakan efisiensi dalam rantai bisnis gas bumi sehingga tercipta harga gas yang lebih terjangkau kepada konsumen, meningkatkan kapasitas dan volume pengelolaan gas bumi nasional dan meningkatkan kinerja keuangan Holding BUMN Migas.

Kemudian meningkatkan peran holding migas dalam memperkuat infrastruktur migas di Indonesia serta menghemat biaya investasi dengan tidak terjadinya lagi duplikasi pembangunan infrastruktur antara PGN dan Pertagas.

Proses pengambilalihan 51 persen saham Pertagas yang dimiliki Pertamina, PGN harus menyediakan Rp16.604.312.010.201  (Rp 16,6 triliun) dari seluruh modal ditempatkan dan disetor dalam Pertagas.

Nilai  Transaksi tersebut merupakan harga pembelian untuk 2.591.099 lembar saham yang dimiliki oleh Pertamina dalam Pertagas, di mana PT Perta Arun Gas, PT Perta Daya Gas, PT Perta Samtan Gas, dan PT Perta Kalimantan Gas sudah dikeluarkan dari buku Pertagas,  sehingga hanya terdapat PT Pertagas Niaga sebagai anak usaha di dalam buku Pertagas.

Transaksi ini secara langsung memberikan nilai tambah strategis dan meningkatkan daya saing Perseroan. Transaksi ini juga akan memberikan manfaat bagi seluruh pemangku kepentingan serta menegaskan komitmen Perseroan untuk berkontribusi pada pembangunan infrastruktur gas nasional.

“Kami harap melalui transaksi ini dapat menjadikan Perseroan mampu menjadi pemain utama di bidang transmisi dan distribusi gas bumi baik di dalam maupun di luar negeri,” ujar Direktur Utama PGN, Jobi Triananda Hasjim di Jakarta, Selasa (3/7).

Beberapa rencana pascaakuisisi 51% saham Pertagas, PGN akan menghilangkan tumpah tindih jaringan transmisi gas dan atau duplikasi yang terjadi sebelum ada akuisisi. Diharapkan akan terjadi efiensi target dan infrastruktur gas. Kemudian PGN akan melakukan penghentian sementara pemasangan penyaluran gas baru Pertagas untuk meminimalisir duplikasi pelanggan. Selanjutnya, PGN akan mengintegrasi jaringan pipa Jawa Barat dan Jawa Timur.

“Salah satu alasan PGN akuisisi 51 persen saham Pertagas adalah potensi integrasi bisnis transmisi dan distribusi gas dari Jawa Barat yang oversuplly ke Jawa Timur. Dengan menguasai 51 persen maka kendali perusahaan ada di PGN. Sedangkan 49 persen sisanya masih kita kaji lagi. Sekarang kita sedang fokus untuk membiayai yang 51 persen,” jelas Jobi.

Terkait nilai valuasi Pertagas yang tercatat Rp16,6 triliun atau 38,46% dari ekuitas perusahaan berdasarkan laporan keuangan perseroan, Direktur Keuangan PGN Said Reza Pahlevy mengatakan mengikuti regulasi OJK karena PGN merupakan perusahaan publik. Ada beberapa metode pendekatan yang dilakukan untuk menentukan nilai tersebut, termasuk data base on dari Pertagas.

“Kalau hanya dikaitkan masalah mahal atau tidak, itu tidak fair. Itu ada hitung-hitungannya. Angka tersebut didapatkan melalui proses yang panjang dan akurat. Maka keluarlah angka Rp32 triliun. Selain itu, dengan mengakusisi pertagas maka potensi kompetisi hilang, tereliminasi,” jelasnya.

Untuk mengakuisisi Pertagas, PGN mencari pendanaan dari perbankan sekitar Rp11 triliunatau 2/3 dari transaksi sebesar Rp16,6 triliun. Namun, dikarenakan waktu hanya 90 hari (settlement/penyelesaian), kalau menerbitkan obligasi tentu tidak keburu. Yang paling memungkinkan adalah pinjaman bank,” jelas Said Reza Pahlevy.

Dengan rencana tersebut, PGN berharap rasio pemakaian gas di Indonesia terus meningkat, terutama konektivitas Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Nah, PGN sejak 29 Juni 2018 masih memiliki waktu 90 hari untuk mencari pendanaan akusisi Pertagas. Adapun pinjaman sekitar Rp10 triliun sampai 11 triliun, PGN mengaku sudah memiliki beberapa Bank yang akan dijadikan rujukan.

 

Kita tunggu langkah selanjutnya….

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka