Sejumlah peserta Sekolah Hak Asasi Manusia untuk Mahasiswa (SeHAMA) angkatan 8 dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) melakukan aksi di Tugu Tani, Jakarta, Sabtu (20/8). Aksi yang digelar sebagai refleksi 71 tahun kemerdekaan RI tersebut merupakan bentuk kepedulian dan perjuangan menuntut penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di masa lalu hingga hari ini. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com – Forum Aktivis Hak Asasi Manusia (FAHAM) meminta Unit Kerja Presiden Untuk Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) agar merancang program-program pemantapan Pancasila yang berlandaskan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM).

Hal ini diungkapkan oleh salah seorang perwakilan FAHAM, Usman Hamid dalam rangka peringatan tragedi Tanjung Priuk, yang terjadi pada 12 September 1984 silam.

Usman menilai, negara memiliki tanggung jawab yang tak bisa dipisahkan dari kewajiban untuk menyediakan reparasi penuh dan efektif bagi korban dan keluarga korban pelanggaran HAM.

“FAHAM menilai, upaya memandatkan UKP-PIP dengan agenda-agenda HAM amat penting karena pengalaman kelam di masa lalu itu masih relevan,” ujar Usman di Kantor Amnesty International Indonesia, Jakarta Pusat, Senin (11/9).

Ia menambahkan jika pemantapan Pancasila tidak akan sepenuhnya berhasil jika UKP-PIP atau pemerintah tidak belajar dari kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lalu.

Oleh karenanya, penanganan kasus masa lalu serta pemantapan Pancasila era kekinian yang dilakukan pemerintah dan UKP-PIP harus diselaraskan agar tidak ditemukan adanya kontradiksi.

“Dalam pandangan FAHAM, Presiden perlu mengerahkan seluruh mandat sekaligus sumber daya UKP-PIP untuk melakukan sebuah evaluasi total atas gambaran tragedi kemanusiaan masa lampau dan membuka jalan untuk sebuah pemantapan Pancasila yang benar-benar membawa khasanah baru yang terbuka dan berlandaskan perlindungan pada hak-hak asasi manusia,” papar Usman.

Sebagai informasi, peristiwa Tanjung Priok sebagai salah satu pelanggaran HAM berat di masa lalu yang telah menewaskan 23 orang pada 12 September 1984. Selain itu, aparat militer juga menahan dan menyiksa puluhan orang lainnya yang juga berpartisipasi dalam unjuk rasa di Tanjung Priuk pada saat itu.

Tidak hanya itu, Usman juga menyebut masih terdapat beberapa kasus pelanggaran HAM berat lain pada masa Orde Baru yang hingga kini belum tuntas, seperti Talangsari misalnya.

Di sisi lain, rezim Orde Baru justru gencar mengkampanyekan Pancasila sebagai asas tunggal yang harus dipakai oleh seluruh elemen masyarakat. Hal ini tentunya sangat kontras dan mengorbankan Pancasila itu sendiri.

“Dengan demikian, FAHAM berkeyakinan, pemantapan ideologi Pancasila akan dapat benar-benar memulihkan kepercayaan publik akan kewajiban dan tanggung jawab universal negara pada cita-cita perlindungan dan pemajuan HAM,” ucapnya menyudahi.

(Reporter: Teuku Wildan)

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Teuku Wildan
Editor: Eka