Jakarta, Aktual.com – Analis Kebijakan Publik, Abdurchim Kresno mengatakan kehadiran Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dakam kabimet Kerja, dinilai malah semakin memberatkan dan melemahkan daya beli masyarakat.

Ketika dirinya dilantik tahun 2016 lalu, Sri Mulyani memotong anggaran APBN Rp 133 triliun, angka ini lebih besar dibandingkan yang dilakukan Menteri Keuangan sebelumnya, Bambang Brodjonegoro yakni sebesar Rp 50 Triliun.

“Total pemotongan sebesar Rp 183 Triliun ini dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi 2016 yang hanya 5,02% berakibat besar kepada perekonomian , menyebabkan lemahnya daya beli seperti dikonfirmasi oleh BPS bahwa bulan Agustus 2017 telah terjadi deflasi,” ujar dia kepada Aktual.com Senin (23/10).

Menurutnya, kebijakan pemotongan anggaran oleh Sri Mulyani menunjukkan langkah perekonomian yang diterapkan berupa konsep Neoliberal yang disebut dengan austerity (penghematan anggaran pemerintah ).

Tank cukup di situ, pengetatan yang dilakukan berlanjut pada pemotongan subsidi listrik pelanggan PLN untuk daya sebesar 900 VA sebesar Rp 15 Triliun.

“Langkah IMF dalam rangka ‘membantu’ Yunani yang menyebabkan krisis di Eropa (EU) juga memotong uang pensiunan dalam rangka austerity ( penghematan belanja pemerintah ) . Sri Mulyani juga sudah mulai menyinggung masalah uang pensiunan,” ujar dia.

Sebagai catatan ujarnya, tidak mencengangkan bila Sri Mulyani menerapkan konsep ekonomi Neolib pada kebijakan ekonomi Indonesia, mengingat bahwa Sri Mulyani pernah mengabdikan loyalitasnya dan menimba ilmu di IMF sebagai Direktur Asia Tenggara 2002 – 2004 dan di Bank Dunia sebagai salah satu dari 3 orang Managing Director 2010 – 2016 adalah penganut mazhab Neoliberal.

“Dapat dilihat dari kebijakan-kebijakannya yang utama adalah austerity , mengurangi atau mencabut subsidi, harga BBM dijanjikan tidak naik hanya sampai akhir tahun ini . Tahun depan pasti naik, mengejar – ngejar pajak dan privatisasi BUMN,” pungkasnya.

 

Pewarta : Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs