Dari kiri ke kanan, Moderator Frisca Clarisa, Tokoh Muda NU Zuhairi Misrawi, Direktur Voxpol Center Pangi Syarwi  Chaniago, Wasekjen DPP PPP Achmad Baidowi, Pakar Komunikasi Politik Emrus Sihombing dan Direktur LSIN Yasin Mohammad saat menjadi pembicara dalam Diskusi Dialektika di Kawasan Menteng, Jakarta, Minggu (11/2/18). Diskusi yang diselenggarakan oleh Lembaga Survei Independen Nusantara ini mengambil tema " Berebut Cawapres Jokowi : Peluang Koalisi Nasionalis-Santri". AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Pengamat politik dari Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago, menilai Partai NasDem mengklaim sebagai partai politik paling banyak memenangkan Pilkada Serentak 2018 untuk menutupi elektabilitasnya yang menurun tajam.

“Hasil survei Litbang Kompas pada April 2018 menunjukkan elektabilitas Partai NasDem hanya sekitar 2,5 persen atau di bawah ambang batas parlemen yakni 4 persen. Klaim kemenangan yang dipublikasikan di media sosial itu wajar untuk mempengaruhi pemilih,” kata Pangi Syarwi Chaniago melalui telepon selulernya, di Jakarta, Selasa (3/7).

Menurut Pangi Syarwi yang akrab disapa Ipang, klaim kemenangan pada Pilkada Serentak 2018 untuk mempersepsikan seolah-olah suara Partai NasDem menjadi besar, padahal dalam pilkada itu memilih figur, bukan memilih partai.

Ipang menjelaskan, banyak faktor yang mempengaruhi keterpilihan pasangan calon kepala daerah dalam pilkada, seperti pencitraan, isu dan program, mesin parpol dan popularitas figur, tapi yang utama adalah popularitas figur.

Ipang secara khusus menyoroti sejumlah parpol menengah, seperti NasDem yang mengklaim kemenangan pasangan calon kepala daerah yang didukungnya, meskipun pasangan yang terpilih berdasarkan hasil hitung cepat, bukanlah kadernya.

“Persoalan parpol papan tengah ini sudah main klaim sebagai pemenang. Memang parpol turut bekerja, tapi kontribusi figur lebih kuat,” katanya pula.

Menurut Ipang yang lebih mengkhawatirkan jika posisi parpol papan menengah ini hanya “disewa perahunya” oleh calon yang populer dan itu bukan prestasi parpol.

Ipangu menegaskan, kemenangan parpol dalam pilkada dilihat dari banyak kader partai tersebut yang terpilih sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah. “Parpol papan atas, seperti PDI Perjuangan dan Partai Golkar, lebih banyak kadernya yang memenangkan pilkada daripada parpol papan tengah,” katanya pula.

Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini, juga menyoroti kader-kader parpol pemenang pilkada yang diklaim partai menengah sebagai kadernya. Pada Pilkada Sumatera Utara yang dimenangkan pasangan Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah, menurut dia, adalah profesional dan bukan kader Partai NasDem atau Partai Hanura.

Pada Pilkada Jawa Timur, menurut dia, Khofifah Indar Parawansa tidak bisa diklaim sebagai kader Partai NasDem atau Partai Demokrat.

Begitupula pada pilkada Jawa Barat, Ridwan Kamil adalah profesional, dan bukan kader Partai NasDem, Partai Hanura atau PKB. Kemudian, pada Pilkada Jawa Tengah, kata dia, Ganjar Pranowo adalah kader PDI Perjuangan dan tidak bisa diklaim oleh parpol papan tengah.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: