Jakarta, Aktual.com – Pembahasan RAPBD DKI Jakarta tahun anggaran 2016 yang kini tengah dilakukan DPRD dan Pemprov DKI harus mengantisipasi kebuntuan politik yang ujungnya hanya “dimonopoli” oleh eksekutif dengan menerbitkan Pergub seperti tahun 2015 ini.

Pakar Hukum Tata Negara Masnur Marzuki, mengatakan bahwasanya APBD yang di pergubkan bukanlah sebuah “prestasi” justru malah sebaliknya, APBD pergub adalah capaian “noktah” hitam dari seorang Gubernur.

“Bagaimana buruknya komunikasi politik Pemprov dengan DPRD yang pada akhirnya merugikan kepentingan pembangunan Jakarta,” kata Masnur saat dihubungi aktual.com Sabtu (19/9)

Menurutnya dalam membahas APBD Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak boleh menafikan adanya fungsi anggaran yang dimiliki oleh DPRD dengan menyandera APBD DKI melalui pergub.

Dia menilai berakhirnya pembahasan APBD dengan Pergub sama saja menyandera kepentingan rakyat Jakarta karena wakil-wakil rakyat tidak diperlakukan oleh pemprov sebagai mitra, Padahal kata direktur Jakarta Monitoring Network (JMN) ini, undang-undang kekhususan DKI telah menegaskan keberadaan entitas DPRD DKI sebagai penyelenggara pemerintahan.

“Pemahaman Ahok soal UU DKI patut dipertanyakan bila nanti 2016 APBD DKI kembali didasari Pergub bukan Perda sebagaimana diatur peraturan perundang-undangan,” Kata dia

Lalu bagaimana cara mencegah agar APBD tidak kembali lewat pergub?

Dijelaskan Masnur, untuk mencegah kebuntuan politik antara DPRD dan Gubernur harus segera dicarikan jalan tengah dengan melibatkan partisipasi publik seluas mungkin sehingga tidak ada peser pun anggaran yang mubazir disalahgunakan oleh eksekutif dan legislatif.

“Akses publik harus dibuka selebar-lebarnya apalagi Ahok mengaku e-budgeting mendorong prinsip akuntabilitas dan transparansi. Ahok tidak boleh menafikan begitu saja fungsi anggaran yang dimiliki oleh DPRD, Jadi intinya, Ahok tidak bisa bekerja sendirian berlagak jadi koboi. Dia harus rangkul DPRD, LSM, civil society dan perguruan tinggi,” tutupnya

Artikel ini ditulis oleh: