Kekhawatiran Presiden Joko Widodo terhadap dunia investasi tidak bisa dibendung, hingga pada sidang kabinet tercetus kecemasannya melihat gejala yang menghambat investasi oleh regulasi yang dikeluarkan ditingkat kementerian. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Seiring dengan kenaikan harga komoditas batubara dalam satu tahun belakangan ini, Aksi Ekologi & Emansipasi Rakyat (AEER) meminta pemerintah menaikkan tarif ekspor batubara untuk pembangunan energi terbarukan.

Pada Agustus 2017, harga acuan batubara yang ditetapkan Kementerian ESDM sebesar USD 83,97. Harga ini relatif tinggi dibandingkan dengan harga terendah yang pernah tercatat yakni USD 50,92 pada Februari 2016.

Menurut Koordinator AEER, Pius Ginting, kenaikan harga ini telah memicu peningkatan produksi batubara dan ekspor batubara. Bahkan pemerintah telah mengubah target produksi batubara 2017 menjadi 470 juta ton. Target ini lebih tinggi dari yang ditetapkan dalam RPJM yakni 413 juta ton untuk tahun 2017.

“Selanjutnya target produksi tahun 2018 adalah 406 juta ton, dan tahun 2019 sebanyak 400 juta ton. Peningkatan ekspor ini agaknya bertentangan dengan semangat pemerintahan Jokowi seperti tertuang dalam dokumen Nawacita adalah pengurangan ekspor batubara,” katanya secara tertulis, Senin (21/8).

Kenaikan harga batubara dapat membuat kebijakan energi Indonesia kian terjebak dalam skenario energi batubara yang polutif, dan menghambat pengembangan energi terbarukan.

Oleh kareanya Pius menuntut agar pemerintah melakukan inisiatif untuk mengenakan pajak lebih yang dananya dialihkan untuk membangun energi terbarukan.

“Sumber pembiayaan pengembangan energi terbarukan dapat diperoleh pemerintah dengan meningkatkan persentase pajak atas ekspor batubara di tengah harga yang naik saat ini,” pungkasnya.

Laporan: Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby