Perak melihat adanya bau busuk korupsi Bantuan Likuidasi Bank Indonesia dan penjualan aset-aset Negara di BPPN secara murah. Mega korupsi BLBI Rp. 650 triliun dan obral murah aset-aset BPPN sampai Rp.450 triliun

Jakarta, Aktual.com – Pekan depan Komisi Pemberantasan Korupsi mulai memeriksa para saksi yang berkaitan dengan kasus dugaan korupsi Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI), untuk Sjamsul Nursalim, selaku pengendali saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).

“Pemeriksaan saksi-saksi terkait kasus dugaan korupsi SKL BLBI untuk BDNI dengan tersangka SAT (Syafruddin Arsjad Temenggung) akan dilakukan pekan depan,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, saat konfrensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (26/4).

Berdasarkan informasi, Surat Perintah Dimulainya Penyidik (Sprindik) untuk kasus SKL BLBI atas nama Syafruddin Arsjad Temenggung sudah ditandatangani oleh pimpinan KPK pertengahan April 2017.

Sejak ditekennya Sprindik itu, penyidik telah memanggil setidaknya tiga saksi. Namun, dari ketiganya hanya satu yang memenuhi panggilan penyidik KPK, yakni mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Perindustrian, Kwik Kian Gie.

Dua saksi lainnya yang tidak memenuhi panggilan, yakni Menko Ekuin periode 2000-2001, Rizal Ramli, yang dipanggil pada 17 April 2017, dan terpidana kasus suap terhadap jaksa Urip Tri Gunawan, Artalyta Suryani alias Ayin, yang dipanggil kemarin, Selasa (25/4).

Seperti diketahui, Syafruddin Arsjad Temenggung ditetapkan sebagai tersangka selaku Kepala BPPN periode 2002-2004. Ia  diduga menyalahgunakan kewenangannya dalam menerbitkan SKL BLBI untuk Sjamsul Nursalim, pengendali saham BDNI.

Atas dugaan penyalahgunaan kewenangan yang ia lakukan timbul kerugian keuangan negara setidak-tidaknya Rp 3,7 triliun.

Kerugian negara itu timbul lantaran masih terdapat kewajiban Sjamsul setidaknya Rp 3,7 triliun tak ditagihkan. Padahal sesuai mekanisme, SKL BLBI baru bisa diterbitkan apabila Rp 3,7 triliun itu bisa dibayarkan oleh Sjamsul melalui penyerahan aset yang setara.

Penerbitan SKL BLBI untuk Sjamsul berawal dari usulan Syafruddin kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), yang beranggotakan Menko Ekuin, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Menteri Negara BUMN, Jaksa Agung, Kapolri, serta Kepala BPPN.

Kala itu, sekitar Mei 2002, Syafruddin meminta KKSK menyetujui perubahan atas proses litigasi menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset milik Sjamsul selaku pengendali Saham BDNI kepada BPPN senilai Rp 4,8 triliun.

Singkat cerita, terjadilah rekstrukturiasi dan memunculkan, dari Rp 4,8 triliun, Rp 1,1 triliun dinilai ‘suistanable’, serta dapat ditagihkan ke petani tambak, nasabah BDNI. Sisanya, Rp 3,7 triliun tak dilakukan pembahasan saat proses restrukturiasinya.

Dengan kata lain, masih ada kewajiban Sjamsul senilai Rp 3,7 triliun yang tidak ditagihkan. Sementara SKL BLBI sudah diterbitkan oleh Kepala BPPN.

(Zhacky Kusumo)

Artikel ini ditulis oleh: