Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menkumham Yasonna Laoly (kanan), Wakil Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa (kiri), Wakil Ketua Umum PPP Wardatul Asriah (kedua kiri) dan Sekjen PPP Romahurmuziy (kedua kanan) meresmikan Pembukaan Muktamar VIII PPP Tahun 2016 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Jumat (8/4). PPP menggelar Muktamar VIII yang disepakati sebagai bentuk islah pada 8-11 April 2016 di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/aww/16.

Jakarta, Aktual.com — Sidang Paripurna Muktamar VIII PPP beragendakan pengesahan mengenai tata cara pemilihan Ketua Umum atau Ketua Formatur dan Anggota Formatur, berlangsung panas.

Situasi tersebut memaksa rapat pengesahan tata cara pemilihan Ketua Umum diskors (hentikan sementara).

Pengurus PPP, Epyardi Asda, mengaku prihatin atas kejadian tersebut. Dirinya tak menyangka sidang pengesahan tata cara pemilihan berlangsung alot.

“‎Saya merasa prihatin dengan kejadian yang menimpa kami di sini,” kata Epyardi, di arena Muktamar VIII PPP di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Sabtu (9/4).

“Dimana rapat-rapat yang seharusnya bisa berjalan lancar, tetapi ada hal-hal tidak diinginkan terjadi. Saya apresiasi sidang diskors,” sambungnya.

Epyardi menuturkan, Muktamar mulai memanas dan muncul perdebatan saat ada wacana bahwa pemilihan ketua umum berlangsung secara aklamasi.

Menurutnya, panitia jangan memaksakan kehendak, dimana biasanya dalam Muktamar adalah selalu one man one vote. “Tolong berikan kebebasan mereka pilih siapa ketum. Mereka tidak ingin aklamasi, hak mereka dibajak,” ujarnya.

‎Epyardi mencium ada gelagat bahwa dalam tata tertib pemilihan ketua umum dilakukan secara aklamasi. Salah satu calon ketua umum ini pun mendukung agar dilakukannya voting untuk menentukan pemimpin baru di PPP.

“‎Tapi jangan memaksakan kehendak pimpinan sidang itu, jangan paksakan aklamasi. Siapapun yang menang kami dukung,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh: