# Penghargaan yang dipertanyakan
Guyuran penghargaan dari level regional dan internasional diharapkan mendongkrak pamor Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. Ini penting, karena ekonomi merupakan perkara kunci yang bakal mengantarkan rakyat pada kesejahteraan.

“Sri Mulyani memang mencorong di kalangan pasar. Aneka penghargaan pun datang dari pasar regional hingga internasional. Tapi sekadar mengingatkan saja, yang dimaksud dengan pasar di sini bukanlah pasar tradisional dengan para mbok bakul sayur yang sudah menata dagangannya sejak matahari belum terbit. Jangan juga dibayangkan pasar yang dimaksud adalah area yang umumnya becek dan pengap, dengan hingar-bingar tawar-menawar memperebutkan seribu dua ribu perak selisih harga oleh pembeli dan penjual. Bukan, bukan pasar yang ini,” ujar Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for economic and Democracy Studies (CEDeS).

Menurutnya, pasar yang dimaksud adalah lembaga keuangan internasional seperti IMF, Bank Dunia, dan ADB. Pasar di sini adalah para investor, baik lokal maupun terutama asing. Mereka inilah yang bermain dan malang-melintang di bursa-bursa internasional. Mereka bertransaksi di paper market yang memperdagangkan berbagai komoditas maya, yang nyaris abai dengan underlying product yang ditransaksikan. Mereka mendikte perekonomian dunia dari pasar-pasar maya. Seolah-olah nasib perekonomian dunia berada di ujung-ujung jemari mereka yang menekan keyboard komputer dan atau laptop belaka.

Mungkin beberapa kalangan menilai penghargaan sebagai menteri terbaik dunia kali ini datang dari World Government Summit (WGS). Namun itu pengertian yang salah, WGS diakreditasi antara lain oleh IMF, Bank Dunia, PBB, OECED, dan World Economic Forum (WEC). WGS juga bermitra dengan sejumlah media penyaji informasi pasar. Di antaranya Harvard Business Review, CNN, McKinsey & Company, dan Sky News.

“Semua pihak itu adalah representasi dan pendukung mazhab ekonomi neolib yang berhamba pada pasar,” jelasnya.

Edy menilai Sri Mulyani terbukti banyak memberi keuntungan belasan miliaran dolar kepada para kreditor. Dalam periode 2006-2010, Sri menerbitkan bond dengan yield 12,1%. Pada saat yang sama, Vietnam dan Filipina juga menerbitkan surat utang dengan yield masing-masing 9,2 dan 8,8%. Padahal, saat itu rating Indonesia lebih baik ketimbang keduanya. Seharusnya, dengan peringkat lebih bagus, cost of money yang ditanggung bisa lebih murah. Tapi ini tidak terjadi. Yang ada, akibat sikap murah hatinya Sri kepada para investor, Indonesia harus membayar bunga Rp121 triliun dan US$6,7 miliar lebih mahal. Dua tahun terakhir, kembali menerbitkan Yield bond 6,16%. Sedangkan Vietnam dan Filipina hanya 4,7% dan 4,5%. Karena ini, rakyat Indonesia harus membayar bunga lebih mahal, yaitu Rp69,3 triliun dan US$4,8 miliar.

Dirinya mempertanyakan data-data, fakta-fakta dan parameter yang dijadikan landasan Konsultan Ernst and Young dalam memberi penghargaan. Pasalnya, Ernst and Young menganggap Sri berhasil menurunkan angka kemiskinan hingga 40%, misalnya. Saat menjadi Menkeu pada akhir Juli 2016, kemiskinan penduduk Indonesia saat itu 27,7 juta atau 10,7%. Lalu, angkanya menjadi 26,6 juta orang atau 10,12% per September 2017. Turun, tapi tidak sampai 4%. Dalam periode lima tahun terakhir, data kemiskinan mencapai 28,2 juta (11,25%). Memang, turun juga. Tapi lagi-lagi hanya 5,7%. Menjadi aneh kalau E&Y menyebut angka kemiskinan terjun hingga 40%.

Selanjutnya, Yang paling menggelikan, …

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka