Data di atas merupakan rangkaian KPK melakukan OTT. Kemudian di 2017-2018 KPK menggelar 19 kali OTT. Dari 19 kali OTT itu, salah satunya adalah hakim konstitusi Patrialis Akbar pada awal 2017. Kemudian penangkapan sejumlah kepala daerah hingga pejabat negara. Berikut adalah daftar 19 kasus operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK selama tahun 2017.

1. Pada (25/1) KPK menangkap tangan mantan Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar, karena diduga menerima suap terkait judicial review Undang-undang nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Mantan Menkumham tersebut divonis delapan tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsidair tiga bulan kurungan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta

2. Selang tiga bulan atau pada (30/3), KPK menangkap tangan Direktur Utama (Dirut) PT PAL M Firmansyah Arifin terkait suap dalam pembelian kapal perang oleh pemerintah Filipina. Ia divonis empat tahun dan pidana tambahan berupa membayar uang denda sebesar Rp 200 juta.

3. Kemudian pada (26/5), KPK menangkap auditor BPK Ali Sadli dan Irjen Kemendes PDTT Rochmadi Saptogiri terkait suap dalam pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) untuk Kemendes PDTT.

4. Pada (5/6), KPK melakukan operasi tangkap tangan di DPRD Jawa Timur. Total ada enam orang tersangka yang ditetapkan termasuk Bambang Heryanto selaku Kadis Pertanian Jatim, Rohayati selaku Kadis Peternakan Jatim dan M Basuki selaku Ketua Komisi B DPRD Jatim.

5. Selang empat hari pada (9/6) KPK melakukan OTT di Bengkulu dan menetapkan jaksa yaitu Kepala Seksi III Intel Kejaksaan Tinggi Bengkulu Parlin Purba sebagai tersangka karena terbukti menerima suapterkait suap proyek-proyek Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatra VII Bengkulu.

6. Pada (16/6) , KPK kembali melakukan OTT di DPRD Mojokerto. Dalam operasi senyap tersebut sebanyak 4 orang dijadikan tersangka yaitu Purnomo (Ketua DPRD Mojokerto), Abdullah Fanani (Wakil Ketua DPRD Mojokerto), Umar Faruq (Wakil Ketua DPRD Mojokerto) dan Wiwiet Febryanto (Kadis PUPR Mojokerto).

7. Kemudian pada (20/6) KPK menangkap Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti dan istrinya, Lily Martiani Maddari. Ridwan Mukti dan Lily Maddari diringkus KPK karena menerima uang suap Rp 1 miliar dari orang dekatnya, Rico Diansari. Saat itu Rico Diansari membawa uang Rp 1 miliar dari seorang kontraktor, Jhoni Wijaya, yang menginginkan salah satu proyek di Pemprov Bengkulu.

8. Pada (2/8), KPK menangkap Bupati Pamekasan Achmad Syafii, Kepala Inspektorat Pamekasan Sutjipto Utomo, Kajari Pamekasan Rudy Indra Prasetya, Kepala Desa Dassok bernama Agus, dan Kabag Administrasi Inspektur Pamekasan Noer Solehhoddin. Mereka telah ditetapkan sebagai tersangka.

9. Pada (21/8), KPK melakukan OTT di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sebanyak dua orang ditetapkan sebagai tersangka yaitu panitera pengganti Pengadilan Negeri Jaksel Tarmizi dan pengacara bernama Akhmad Zaini.

10. Pada (23/8) , KPK kembali melakukan OTT terhadap Dirjen Perhubungan Laut A Tonny Budiono. Ia diduga menerima suap sebesar Rp 20,74 miliar dari Komisaris PT AGK Adiputra Kurniawani hwal keperluan perizinan pengerjaan proyek di Pelabuhan Tanjung Mas dan beberapa daerah lainnya.

11. Pada (29/8) , KPK melakukan OTT di tiga kota yaitu Tegal, Jakarta dan Balikpapan. Sebanyak tiga orang ditetapkan sebagai tersangka yaitu Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno alias Bunda Sitha, pengusaha Amir Mirza Hutagalung dan Wakil Direktur RSUD Kardinah Tegal, Cahyo Supardi. Ketiganya terlibat dalam tindak pidana korupsi suap terkait pengelolaan dana jasa pelayanan RSUD Kardinah kota Tegal pada 2017 dan pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintahan kota pada tahun anggaran 2017.

12. Tak sampai sepekan, KPK kembali melakukan OTT lagi di Bengkulu pada (6/9). Tiga tersangka ditetapkan yaitu Dewi Suryana (hakim tipikor PN Bengkulu), Hendra Kurniawan dan Syuhadatul Islamy. Dewi Suryana diduga menerima suap dalam vonis terkait persidangan korupsi di Dinas Pengelolaan Aset Bengkulu.

13. Pada (11/9), KPK melakukan OTT dan menetapkan empat orang yaitu tersangka Ketua DPRD Banjarmasin Iwan Rusmali, Wakil Ketua DPRD Banjarmasin Andi Effendi, Direktur Utama PDAM Bandarmasin Muslih dan Manajer Keuangan PDAM Bandarmasih Trensis. Mereka diduga terlibat dalam kasus suap persetujuan Perda tentang penanaman penyertaan modal PDAM Bandarmasih Kota Banjarmasin

14. Pada (12/9), KPK melakukan OTT dan menetapkan lima orang tersangka yaitu Bupati Batubara OK Arya Zulkarnain, Kepala Dinas PUPR Pemkab Batubara Helman Herdady, pemilik dealer mobil Sujendi Tarsono, Maringan Situmorang dan Syaiful Azhar. Mereka diduga terlibat dalamkasus suap pembangunan infrastruktur di Kabupaten Batubara Tahun Anggaran 2017.

15. Pada (16/9), KPK melakukan OTT di wilayah Pemkot Batu, Jawa Timur. Sebanyak tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka yakni Wali Kota Batu Eddy Rumpoko, Kepala Bagian Layanan dan Pengadaan Pemkot Batu Edi Setyawan, dan pengusaha Filipus Djap. Mereka diduga terlibattindak pidana korupsi dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Batu tahun anggaran 2017.

16. Pada (22/9), KPK melakukan OTT di Cilegon. Dalam OTT itu, Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap Rp 1,5 miliar terkait izin pembangunan Transmart. Iman menyerahkan diri pada malam harinya dan setelah menjalani pemeriksaan intensif ia langsung ditahan oleh KPK.

17. Pada (6/10) KPK melakukan OTT dan menetapkan anggota DPR Komisi XI Aditya Anugrah Moha dan Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Sulawesi Utara Sudiwardono sebagai tersangka kasus suap. Mereka diduga terlibat dalam kasus suap terkait penanganan putusan banding ibu dari Aditya, Marlina Moha Siahaan.

18. Pada (25/10), KPK melakukan OTT di Nganjuk dan menetapkan Bupati Nganjuk Taufiqurrahman sebagai tersangka tersangka jual-beli jabatan. KPK menemukan indikasi praktik ini sudah lama terjadi di Kabupaten Nganjuk. Sebanyak lima orang tersangka yang ditetapkan KPK dalam kasus ini.

19. Terakhir pada (28/11), KPK melakukan OTT dan menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan suap pengesahan Rancangan APBD tahun 2018 Provinsi Jambi. Keempat tersangka tersebut yakni Plt Sekda Jambi Erwan Malik, Asisten III Pemprov Jambi Saifuddin, Plt Kepala Dinas PU Arfan dan anggota DPRD Jambi Supriono.

Yang menariknya, dari 19 OTT itu, KPK yang dikomandoi oleh Agus Rahardjo Cs ini melakukan OTT terhadap calon kepala daerah yakni Bupati Subang Imas Aryumningsih, yang kemudian Bupati Ngada Marianus Sae, Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Abdul Latif, Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan, Bupati Kebumen, Mohammad Yahya Fuad, Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko dan penetapan tersangka terhadap Gubernur Jambi Zumi Zola.

Mereka dicokok dengan kasus yang berbeda. Seperti KPK menyematkan status Bupati Subang, Imas Aryumningsih sebagai tersangka kasus suap terkait pengurusan izin dari dua perusahaan di Subang, Jawa Barat. Tim satgas KPK, sebelumnya menjaring delapan orang, satu diantaranya adalah Imas Aryumningsih dalam OTT di Subang, Jawa Barat, pada Rabu (14/2/2018) dinihari.

Dalam OTT yang melibatkan Bupati Subang, Imas Aryumningsih, penyidik KPK menemukan uang sebesar Rp 337.378.000 yang berasal dari beberapa orang. Jumlah tersebut merupakan total dari pengumpulan barang bukti tim KPK di tiga tempat.

Di Rest Area Cileunyi Bandung mengamankan Data dan diamankan uang Rp 62.278.000. Dari tangan Kepala Bidang Perizinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Asep Santika Rp 225.050.000 dan sementara dari Kepala Seksi Pelayanan Perizinan DPMPTSP, Sutiana, diamankan uang senilai Rp 50 Juta.

Uang tersebut diduga untuk memuluskan perizinan pendirian pabrik di lingkungan Pemerintah Kabupaten Subang, Jawa Barat. Izin tersebut diajukan dua perusahaan yaitu PT ASP dan PT PBM senilai Rp1,4 miliar.

Kemudian, KPK juga menangkap tangan Bupati Ngada, NTT Marianus Sae yang maju dalam Pilkada Nusa Tenggara Timur (NTT). KPK menduga aliran uang suap dari Direktur PT Sinar 99 Permai, Wilhelmus Iwan Ulumbu (WIU) tersebut akan digunakan untuk biaya kampanye oleh Marianus.

“Apakah ini akan dilakukan untuk biaya kampanye? Prediksi ya, prediksi dari tim kita kemungkinan besar dia butuh uang untuk itu (kampanye),” ujar Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, saat konferensi pers di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (12/2/2018).

Tim KPK masih menelusuri aliran dana dari Marianus untuk biaya Pilkada. “Tapi apakah itu pasti untuk sana kita belum bisa mengatakan itu karena kita belum menerima. Belum menemukan jalur sesuatu yang diberikan kepada pihak yang akan melakukan tim-tim yang berhubungan dengan Pilkada tersebut,” kata Basaria.
Namun Basaria kembali menegaskan bahwa dana tersebut besar kemungkinan digunakan untuk keperluan dirinya maju dalam Pilkada NTT.

Kemudian, Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Abdul Latif. Abdul Latif ditangkap dengan sejumlah orang di Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, dan Surabaya, Jawa Timur, Rabu (3/1/2018) hingga Kamis (4/1/2018).

Juru bicara KPK, Febri Diansyah menjelaskan bahwa kedua OTT itu masih dalam satu perkara. Pada Jumat (5/1/2018) sore, akhirnya Bupati Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan, Abdul Latif meninggalkan kantor KPK dengan mengenakan rompi tahanan berwarna oranye alias menjadi tersangka.

Selanjutnya, Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan. KPK menetapkan Rudi Erawan sebagai tersangka kasus suap pada proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2016.

Penetapan tersangka tersebut disampaikan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (31/1/2018). Saut menyatakan, Rudi Erawan ditetapkan menjadi tersangka setelah KPK melakukan pengembangan penyidikan kasus tersebut. Dalam kasus ini, KPK sudah memproses 10 orang baik dari unsur swasta, pemerintahan, maupun DPR. Sebagian sudah diproses hingga pengadilan.

Saut mengatakan, selaku bupati, Rudi diduga menerima hadiah atau janji atau suap yang bertentangan dengan kewajibannya. Suap untuk Rudi tersebut diduga diberikan oleh mantan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary. Amran diduga menerima sejumlah uang pada proyek di PUPR tersebut dari beberapa kontraktor, salah satunya Dirut PT WTU Abdul Khoir.

Bupati Kebumen, Mohammad Yahya Fuad. KPK menetapkan Bupati Kebumen Mohammad Yahya Fuad sebagai tersangka. Fuad diduga menerima suap dan gratifikasi terkait sejumlah proyek yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2016.

“MYF bersama HA diduga menerima hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa yang menggunakan APBD Kabupaten Kebumen tahun 2016,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Selasa (23/1/2018).

Selain Fuad, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah Hojin Anshori dari pihak swasta dan Komisaris PT KAK Khayub Muhammad Lutfi. Fuad bersama-sama Hojin menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 2,3 miliar.

Suap tersebut terkait proyek pengadaan barang dan jasa yang anggarannya diperoleh dari APBD Kabupaten Kebumen. Gubernur Jambi Zumi Zola. Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan mengungkapkan bahwa Gubernur Jambi Zumi Zola diduga menerima hadiah atau j‎anji sebesar Rp 6 miliar dari sejumlah proyek yang ada di Provinsi Jambi.

“Jumlah (gratifikasi) yang diterima Zumi Zola) sekitar Rp 6 miliar,”‎ ujar Basaria Panjaitan saat menggelar konferensi pers di kantornya, di Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (2/2/2018).

Dia ditetapkan sebagai tersangka bersama-sama dengan Pelaksana Tugas (Plt) Kadis PUPR Provinsi Jambi, Arfan. “KPK menetapkan dua tersangka yakni ZZ (Zumi Zola) Gubernur Jambi,‎ dan ARN (ARN) Kabid Bidag Bina Marga jambi. Selain itu, (Arfan) juga Kadis PUPR Jambi yang sebelumnya pernah ditetapkan tersangka,” terangnya.

Basaria menjelaskan, penetapan tersangka terhadap dua pejabat di Provinsi Jambi merupakan hasil pengembangan penanganan perkara dugaan suap pengesahan RAPBD Jambi, tahun 2018. ‎

Penetapan tersangka‎ terhadap dua tersangka tersebut dilakukan setelah KPK mengantongi bukti permulaan yang cukup. Atas perbuatannya, kedua tersangka tersebut disangkakan melanggar Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko. KPK menciduk Bupati Jombang sekaligus kader Golkar Nyono Suharli Wihandoko (NSW) dalam OTT. KPK pun kini telah menetapkan Nyono sebagai tersangka bersama seorang lainnya yakni Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Jombang Inna Silestyowati (IS).

Keduanya diamankan bersama 5 orang lainnya yakni Kepala Puskesmas Perak sekaligus Bendahara Paguyuban Puskesmas se-Jombang Oisatin (OST), Kepala Paguyuban Puskesmas se-Jombang Didi Rijadi (DR), Ajudan Bupati Jombang Munir (M), serta S dan A.

NSW ditangkap saat tengah berada di sebuah restoran siap saji di Stasiun Solo Balapan, Solo, Sabtu (3/2/2018), sekira pukul 17.00 WIB, saat hendak menunggu kereta yang aakan membawanya ke Jombang. Ia ditangkap dengan uang sitaan sebesar Rp 25.550.000 dan US$ 9.500.

PDI-P Murka