Pengacara Senior Maqdir Ismail (tengah) bersama Praktisi Hukum Refly Harun (kiri) dan Pengamat Hukum Tata Negara Bivtri Susanti (kanan) saat diskusi Perspektif Indonesia di Jakarta, Sabtu (13/2/2016). Diskusi bertema 'Ada Apa Lagi KPK ?' membahas mengenai revisi UU KPK dari kedudukan hingga pelaksanaan kerja.

Jakarta, Aktual.com – Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun, menilai bahwa penetapan presidential treshold (PT) sebesar 20 persen pada Pemilu serentak 2019, tidak sesuai dengan ketentuan sisi konstitusi. Sebab, dalam ketentuan konstitusi pada prinsipnya harus ada kesetaraan perlakuan.

“Menurut saya beralasan jika PT itu dari sisi konstitusi seharusnya ketentuan ini dibatalkan dengan adanya Pemilu serentak,” kata Refly dalam acara diskusi ‘PT dan Masa Depan Demokrasi’, di Kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Sabtu (21/10).

Ia juga mengatakan bahwa dengan adanya Pemilu serentak maka sesungguhnya tidak ada lagi basis untuk membuat perhitungan PT nya, tetapi kemudian ketika UU Nomor 7 Tahun 2017 kemudian masih menetapkan basis treshold pada pemilu 2014, dan ini yang sangat tidak logis.

“Karena, norma ini PT 2014 sudah digunakan untuk pada Pilpres 2014 sudah selesai, dan kemudian kalau dalam prinsip konstitusi Pemilu adalah bahwa semua partai peserta Pemilu harus diperlakukan setara, klo seandainya pasal itu tetapi ada di situ tidak dihapuskan atau di batalkan MK, maka akan ada diskriminasi terhadap partai-partai politik peserta Pemilu,” ujar dia.

“Ada partai-partai politik yangg memiliki standing untuk mengajukan calon presiden walaupun harus berkoalisi untuk mendapatkan 20 persen kursi dan 20 persen suara, tapi sudah pasti ada partai-partai politik yang tidak memiliki hak lagi atau sudah kehilangan hak nya , yaitu partai-partai politik baru,” pungkasnya.

 

Laporan Novrijal Sikumbang

Artikel ini ditulis oleh: