Rekomendasi Komnas HAM
Rekomendasi Komnas HAM

Jakarta, Aktual.com – Salah satu deklarator Presidium Alumni (PA) 212, Ansufri Idrus Sambo, menegaskan, rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait sejumlah kasus kriminalisasi ulama dan aktivis, bukanlah akhir dari perjuangan umat Islam di Indonesia. Sebaliknya, Sambo justru menilai bahwa rekomendasi tersebut sebagai pintu awal untuk memasuki tahap perjuangan selanjutnya.

“Ini baru pintu awal, jadi kita tidak ingin lagi nanti dijadikan yurisprudensi oleh rezim untuk kriminalisasi. Jadi kalau ini kita tindak lanjuti dan berefek hukum, ya insya Allah akan kita lakukan,” ungkap Sambo di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu (2/8).

Rekomendasi Komnas HAM sendiri dikeluarkan setelah PA 212 berkali-kali mendatangi lembaga tersebut untuk menagih rekomendasi atas pengaduan yang diajukannya. Terhitung setidaknya sudah 12 kali, Sambo dan PA 212 bolak-balik ke Komnas HAM.

Usai menerima rekomendasi dari Komnas HAM, Sambo pun berharap agar kasus kriminalisasi ulama dan aktivis tidak terulang kembali di tanah air. Secara tersirat, ia menyatakan jika pemerintah tidak dapat menuduhkan upaya makar kepada berbagai pihak, khususnya kepada ulama dan aktivis, jika memang terdapat perbedaan pendapat mengenai suatu permasalahan.

“Tapi intinya baru pintu awal, bukan final. kita tidak ingin kejadian kriminalisasi terjadi lagi pada pihak mana pun dan di mana pun,” harapnya

Lebih lanjut, Sambo menyatakan pihaknya akan mempelajari isi rekomendasi yang dikeluarkan Komnas HAM untuk menentukan langkah yang diambil PA 212. Ia pun meminta agar masyarakat sedikit bersabar menunggu kabar selanjutnya.

“Yang jelas rekomendasi ini akan kita diskusikan, apakah nanti akan tindak lanjuti ke DPR kah, ke lembaga lain kah, bahkan mungkin ke lembaga internasional,” jelasnya.

“Tapi seperti apa bentuk hukum atau tindak lanjutnya, nanti insya Allah akan kita panggil teman-teman dalam konferensi pers kita,” pungkasnya.

(Rerporter: Teuku Wildan A)

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Teuku Wildan
Editor: Eka