Jakarta, Aktual.com – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Ahad (28/1) berikrar akan membersihkan perbatasan dengan Suriah “dari pelaku teror”, tindakan yang dapat meningkatkan resiko bentrokan antara tentara Turki dan AS di negara yang dicabik perang itu.

Wakil Perdana Menteri Turki dan Juru Bicara Pemerintah Bekir Bozdag pada Senin (29/1), hari kesepuluh penyerbuan Turki, mengatakan tentara AS akan dijadikan sasaran jika mereka berbaur dengan petempur Kurdi.

Namun, ia menganggap resiko konflik langsung sebagai “kemungkinan yang tipis” dalam operasi besar yang dilancarkan pada 20 Januari oleh militer Turki dan Tentara Suriah Bebas untuk mendesak petempur Kurdi dari Suriah Utara.

Petempur Kurdi, yang dilarang oleh Ankara, telah bersekutu dengan tentara AS dalam perang melawan IS.

“Bentrokan militer antara Turki dan Amerika Serikat Serikat di Suriah akan mengakhiri NATO”, aliansi militer tempat kedua negara tersebut menjadi anggotanya, kata Ersan Sen, profesor hukum di Istanbul Marmara University selama satu acara tayang-bincang.

Sen menekankan Turki berperang untuk keamanan nasionalnya di Suriah melawan milisi Suku Kurdi Unit Perlindungan Rakyat (YPG), yang dianggap sebagai teroris dan diduga membentuk negara de-fakto di perbatasan Turki, di tengah ketidak-percayaan dan kekecewaan yang mendalam antara kedua mitra NATO tersebut –yang memiliki “kemitraan strategis”.

Hanya jika Turki berhasil lah dapat ada rasa lega dalam hubungan AS-Turki, yang tegang, melalui dialog intensif, kata Sen, sebagaimana dilaporkan Xinhua, Selasa (30/1).

Pernyataan itu dikeluarkan di tengah pernyataan baru dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang berikrar akan membersihkan seluruh 900 kilometer perbatasan Turki dari kehadiran anggota YPG. Pernyataan tersebut dipandang sebagai tanda bahwa serangan Turki dapat diperluas 100 kilometer lebih ke timur ke Kota Manbij, tempat personel Pasukan Khusus AS ditempatkan.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby