Tampak pembangunan gedung bertingkat di Kawasan Sudirman, Jakarta, Kamis (13/8/2015). Dalam draf nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016, pemerintah memasang target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,8-6,2 persen. Bank Indonesia punya pandangan berbeda. BI lebih pesimis dengan prediksi pertumbuhan ekonomi tahun depan lebih rendah dari target pemerintah. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com — Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad menilai laju pertumbuhan ekonomi di rentang 5-6 persen tidak cukup untuk Indonesia, namun upaya mengejar pertumbuhan tinggi tetap perlu dikejar dengan tidak mengabaikan stabilitas.

“Harus dibawa ke level yang lebih tinggi, dengan mewujudkan reformasi struktural,” kata Muliaman di peluncuran Laporan Perekonomian Indonesia 2015, Jakarta, Kamis (28/4).

Pada 2015, ekonomi Indonesia tumbuh 4,8 persen secara tahunan. Muliaman mengatakan pertumbuhan ekonomi memang mutlak perlu didorong mengingat kebutuhan lapangan kerja dan jumlah penduduk yang terus meningkat.

Namun, di balik upaya mendorong pertumbuhan yang tinggi, stabilitas ekonomi juga perlu dijaga. Hal ini, agar ketahanan ekonomi domestik tidak rentan, saat diterpa tekanan-tekanan ekonomi global, seperti anjloknya ekspor dan divergensi kebijakan moneter masing-masing negara maju. Maka, lanjut Muliaman, sangat penting untuk melanjutkan reformasi struktural perekonomian yang sudah berjalan dalam beberapa tahun terakhir.

“Keduanya tidak mudah dan sederhana maka perlu sinergi koordinasi dan kolaborasi antara pemangku kepentingan,” kata dia.

Muliaman menilai, 11 paket kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah cukup mencerminkan upaya reformasi struktural. Misalnya, upaya memperbaiki iklim investasi, dan kemudahan dalam berbisnis, yang akan mendongkrak daya saing dunia usaha.

Berkaca pada beberapa tahun terakhir, terutama saat krisis global melanda, ujar Muliaman, Indonesia masih sangat rentan dengan pelarian modal asing. Maka itu, reformasi struktural juga harus ditulakrkan ke pasar keuangan, yakni dengan melakukan pendalaman dan diverisifikasi instrumen keuangan.

“Pendalaman pasar juga untuk mendorog pembiayaan jangka panjang, karena memang kita tidak bisa bergantung pada APBN,” kata dia.

OJK memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih baik pada 2016 dibanding 2015. Sejalan membaiknya ekonomi, Otoritas menargetkan pertumbuhan kredit berada di rentang 12-14 persen.

Adapun Laporan Perekonomian Indonesia 2015 yang diluncurkan BI berisi kajian menyeluruh kondisi ekonomi domestik, yang hampir sepanjang tahun dibayangi dampak negatif perlambatan ekonomi global, dan juga ketidakpastian kebijakan moneter negara-negara maju, yang telah memicu pelarian modal asing.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Eka