Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid (kiri), Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto (tengah), Sekjen DPP Partai Golakr Idrus Marham (kanan) menghadiri acara Pengumuman Hasil Formatur Pengurus DPP Partai Golkar masa bakti 2016-2019 di DPP Partai Golkar, Jakarta, Senin (30/5/2016). Kepengurusan baru Partai Golkar disusun oleh tim formatur bersama Setya Novanto, yang terpilih sebagai ketua umum Partai Golkar Periode 2016-2019 pada Musyawarah Nasional Luar Biasa pada 15-17 Mei lalu.

Jakarta, Aktual.com – Ketua Harian DPP Partai Golkar, Nurdin Halid mulai berbalik arah serta menyebut sudah tidak ada ruang untuk melindungi Ketua Umumnya yang saat ini menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto.

Menurut Nurdin, inilah yang menjadi alasan diadakannya Rapat Pleno Partai Golkar hari ini, Selasa (21/11).

“Kita tidak mungkin membiarkan Golkar dan DPR tersandera hanya karena persoalan hukum pribadi yang dialami oleh Pak Setya Novanto,” kata Nurdin di Gedung DPP Partai Golkar, Jakarta Barat, Selasa (21/11).

Selain itu, ia juga mengungkapkan jika Rapat Pleno ini diadakan untuk mengevaluasi jabatan ganda yang diemban oleh Setnov, yakni sebagai Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua DPR RI.

Menurut Calon Gubernur Sulawesi Selatan dalam Pilkada 2018 nanti ini, pihaknya tidak mungkin membiarkan adanya kekosongan kepemimpinan dalam DPR RI. Terlebih, jabatan Ketua DPR dianggap sebagai jabatan yang sangat strategis lantaran berkaitan dengan budgeting pengawasan dan legislasi.

Meskipun ada empat Wakil Ketua DPR yang dapat menggantikan tugas dan fungsi Ketua DPR RI, Nurdin menegaskan jika jajaran pengurus Partai Golkar tidak akan melepaskan jabatan tersebut begitu saja.

Hal ini, lanjutnya, sudah sesuai dengan Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) lantaran jabatan Ketua sudah menjadi kewenangan dari partai berlambang pohon beringin ini.

“Mudah-mudahan teman-teman ini menyutujui untuk menarik Setya Novanto dari Ketua DPR,” tutupnya.
Teuku Wildan A.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Teuku Wildan