dari kiri : Direktur Indobarometer Mohamad Qodri, Pemerhati Masalah Korupsi Ridaya Laoude Ngkowe, Host Ichan Laulembah, Wartawan Senior Budiarto Sambazy, Direktur INDEF Enny Srihartati menjadi pembicara pada acara diskusi di Jakarta, Sabtu (19/3/2016). Diskusi ini membahas tema "Reshuffle Jadi Lagi?". FOTO: AKTUAL/JUNAIDI MAHBUB

Jakarta, Aktual.com – Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) yang sudah tiga tahun menjabat justru menciptakan defisit keseimbangan primer yang terus melebar. Hal ini semakin membuktikan bahwa kebijakan utang pemerintah justru hanya untuk membayar utang, bukan untuk kegiatan yang produktif.

Menurut Direktur Ekskutif INDEF, Enny Srihartati, kemampuan bayar utang pemerintah kian rendah, sehingga yang terjadi pemerintah melakukan utang baru hanya untuk membayar utang lama.

“Kondisi itu membuat defisit keseimbangan primer makin melebar. Memang ini sudah terjadi sejak tahun 2012, tapi di era Jokowi makin parah. Karena tak ada pendapatan, maka utang baru untuk bayar utang. Karena proyek-proyek infrastruktur yang dibiayai utang pun tak produktif,” jelas Enny di Jakarta, Jumat (24/11).

Dalam APBN 2018 masih mengalami defisit mencapai Rp78,9 triliun. Sehingga adanya keseimbangan primer yang masih defisit ini, membuktikan kebijakan utang baru hanya untuk membayar bunga utang yang jatuh tempo pada tahun tersebut. Sehingga utang pemeribtah bukan lagi untuk kegiatan produktif.

Apalagi kemudian, kata Enny, proyek infrastruktur yang dibangun pemerintah Jokowi justru banyak masalah. Padahal awalnya, proyek infrastruktur yang mau dibangun itu infrastruktur yang memfokuskan untuk untuk genjor produktivitas dan daya saing.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid