Jakarta, Aktual.com – Sudah lebih satu bulan, BUMN terbesar di tanah air yakni Pertamina berjalan tanpa nakhoda, tanpa komandan, tanpa pimpinan, tanpa direktur utama (dirut). Pertamina hanya dijalankan oleh pejabat sementara yang tidak boleh mengambil keputusan strategis.

Padahal perusahaan ini tengah berhadapan dengan banyak persoalan besar mendera. Perusahaan bagaikan kapal yang terancam KARAM tanpa nakhoda. Berbagai persoalan yang mendera Pertamina di antaranya adalah utang 10 miliar dolar, kenaikan harga minyak mentah global, depresiasi mata uang rupiah terhadap US dolar, inflasi yang tinggi, kesemua itu adalah beban yang sangat besar harus ditanggung pertamina sendiri. Sementara pemerintah ongkang-ongkang kaki karena subsidi migas hanya sebagian kecil yang masih ditanggung pemerintah. Sebagian besar subsidi sekarang ditanggung oleh Pertamina. Jika ini terus berlangsung, Pertamina pasti bangkrut, alias karam.

Sisi lain Pertamina harus segera mengambil utang sedikitnya Rp 700 triliun untuk membiayai mega proyek raksasa infrastruktur yang ditugaskan pemerintah. Mega proyek kilang ini merupakan prioritas pemerintah setelah mega proyek raksasa listrik 35 ribu megawatt yang sebagian besar dibiayai dengan dana utang.

Mengapa pemerintah begitu lama mencari Dirut Pertamina? Apakah karena belum ketemu orang yang jago dalam engineering keuangan sehingga Pertamina dapat utang lebih besar lagi. Atau, sosok yang jago dalam urusan mega proyek raksasa infrastruktur sebagaimana yang menjadi cita-cita Pemerintahan Jokowi?

Tapi, bagi rakyat yang peduli dengan Trisakti, bagi kaum marhen, bagi rakyat akar rumput, bagi petani dan pekerja upah murah, siapapun Dirut Pertamina tidak ada urusan, tidak penting, yang penting harga BBM murah. Untuk mendapatkan harga BBM murah tersebut ada beberapa syarat yang harus diimiliki oleh Dirut Pertamina yakni :

1. Memiliki jiwa dan semangat kebangsaan dan nasionalisme yang kuat.

2. Memikili visi keumatan dan pemihakan kepada kaum lemah.

3. Mau berjuang bersama kekuatan buruh/pekerja khususnya pekerja BUMN dan rakyat untuk menasionalisasi blok-blok migas yang habis masa kontraknya seperti Blok Rokan dan Blok Migas lainnya.

4. Mampu melakukan negosiasi utang, sehingga utang Pertamina senilai 10 miliar dolar dapat dilunasi dengan mudah atau dihapus dari buku Pertamina.

5. Mampu menagih utang-utang pemerintah yang cukup banyak kepada Pertamina yang jarang dibayar sehingga merugikan Pertamina. Utang-utang pemerintah harus dibayar beserta dendanya.

6. Berani berjuang bersama buruh dan rakyat untuk mendesak pemerintah untuk mengembalikan subsidi migas untuk rakyat, sehingga subsidi tidak dibebankan seluruhnya pada keuangan Pertamina. Subsidi adalah kewajiban negara yang harus dijalankan pemerintah kepada rakyat.

7. Mampu menekan biaya sewa terhadap aset-aset pemerintah yang dipakai oleh Pertamina yang selama ini sewa tersebut cukup menyedot keuangan Pertamina. Ke depan Pertamina tidak perlu membayar sewa aset pemerintah.

8. Mampu melakukan negosiasi dengan pemerintah terkait dengan biaya distribusi BBM satu harga agar pemerintah ikut menanggung seluruh biaya distribusi BBM satu harga karena merupakan program unggulan pemerintah.

9. Mampu bernegosiasi dengan pemerintah agar membagi beban biaya produksi BBM akibat inflasi, defresiasi nilai tukar, dan naiknya harga minyak mentah, sehingga tidak dibebankan 100 persen kepada Pertamina seperti sekarang. Karena kejadian di atas sebagian besar disebabkan pemerintah.

10. Mampu menekan harga BBM semurah-murahnya bagi rakyat, bagi industri nasional, bagi sektor transportasi nasional, bagi seluruh rumah tangga, intinya bagi seluruh sektor ekonomi nasional.

Apakah Presiden dan Menteri BUMN tidak punya lagi teman yang mampu memenuhi persyaratan di atas? Apakah ini yang menyebabkan sampai saat ini BUMN terbesar di Indonesia ini terkatung-katung tanpa Direktur? Atau, memang sengaja supaya perusahaan ini cepat bubar dan semua bisnisnya bisa diganti oleh oligarki nasional yang bersekutu dengan asing?

Sebagai anak bangsa, kita hanya bisa menduga-duga. Kita berharap semiga semua itu tidak terjadi, sehingga BANGSA NEGARA SELAMAT.

Ditulis Oleh: Salamuddin Daeng,
Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI),

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka