Jakarta, Aktual.com — Al Quran diturunkan oleh Allah SWT dalam bahasa Arab sebagai bahasa universal manusia. Lalu, bagaimanakah jika seorang Muslim salah dalam menulis ayat Al Quran (atau bagaimana jika ayat Al Quran yang ditulis dengan menggunakan tulisan yang rancu)?.

“Al Quran adalah ucapan Allah SWT. Dan ini sangatlah berharga bagi umat Muslim apakah kita rela dan ikhlas jika ucapan Allah SWT menjadi tidak murni lagi (sudah ada campur manusia, red). Rasulullah SAW menerima Al Quran dengan cara bertahap dan bukan seperti yang kita ketahui saat ini. Hal tersebut dilakukan demi menjaga keaslian ayat-ayat di Al Quran,” terang Ustad Sulaiman, kepada Aktual.com, di Jakarta, Kamis (28/01)

“Oleh karena itu jika kita menulis ayat Al Quran sebaiknya kita harus lebih teliti karena walau kesalahan kecil yang terjadi saat menulis seperti kurang huruf (آ) ini bisa merubah arti dari ayat tersebut. Oleh karena itu jika kita telah selesai menulis ayat Al Quran sebaiknya kita periksa kembali apakah benar atau salah. Jika ada kesalahan atau kekurangan di dalam ayat yang kita tulis segera kita bergegas untuk memperbaiki. Jangan anggap hal ini sepele karena jika kita tahu bahwa ada kekurangan atau salah dalam penulisan dan kita biarkan maka kita berdosa,” urai ia memaparkan.

كِتَابٌ فُصِّلَتْ آيَاتُهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Artinya : “Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui.”

“Maksud dari ayat di atas adalah sebuah kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya satu persatu adalah Al Quran yang diturunkan dalam bahasa Arab dan bagi orang tahu serta memahami kandungannya maka ia akan mendapatkan faedah tersendiri dari Al Quran,” sambungnya.

Terkait hal tersebut, telah ada keputusan Al Mujma Al Fiqhi di Mekkah Al Mukarromah demi menguatkan atas apa yang telah ditetapkan oleh para tokoh Ulama Kerajaan Arab Saudi dan melarang penulisan mushaf selain dengan tulisan Utsmani.

Berikut teks keputusan Al Majma Al Fiqhi.

Sesungguhnya Majelis Al Majma Al-Fiqhi Al Islami telah melihat surat Syekh Hasyim Wahbah Abdul Al dari Jeddah dimana disebutkan masalah merubah tulisan mushaf Ustmani menjadi tulisan dengan standar imla. Setelah didiskusikan masalah ini oleh Dewan (majlis) dan melihat keputusan Hai’ah Kibar Ulama’ di Riyad no. (71) tanggal 21/10/1399 H. Yang dikeluarkan terkait masalah ini, dan sebab-sebab yang mengandung penetapan tulisan mushaf dengan tulisan Utsmani tersebut yaitu,

1. Telah ada ketetapan bahwa penulisan mushaf dengan nama Utsmani, dahulu terjadi pada masa Utsman Radhiallahu anhu, bahwa Beliau memerintahkan para penulis mushaf agar menulisanya dengan tulisan tertentu.

Para Sahabat menyetujuinya, begitu juga para tabiin dan generasi setelahnya sampai sekarang. Dan telah ada ketetapan dari Nabi Muhammad sallallahu’alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Hendaknya Anda semua mengambil sunahku dan sunnah para khulafaur rosyidin setelahku.” Maka menjaga tulisan mushaf dengan tulisan ini adalah suatu keniscayaan. Karena mencontoh Utsman, Ali dan para shahabat serta mengamalkan ijmak mereka.

2. Sesungguhnya merubah dari tulisan Ustamani ke tulisan imla yang ada sekarang dengan tujuan memudahkan untuk membaca, akan berdampak kepada perubahan lain jika ada perubahan istilah dalam penulisan.

Karena tulisan imla termasuk salah satu bentuk istilah, masih memungkinkan berubah dengan istilah lainnya. Hal ini mengakibatkan kemunginan adanya penyelewengan dalam Al Quran. Misalnya dengan mengganti sebagian huruf, menambah atau menguranginya.

Sehingga terjadi perbedaan di antara mushaf setelah berlalu sekian tahun. Berikutnya musuh-musuh Islam mendapatkan kesempatan untuk merusak Al Quran Al Karim. Sementara itu, Islam ada untuk menutup pintu keburukan dan mencegah sebab-sebab (terjadinya) fitnah.

3. Dikhawatirkan kalau tidak konsisten dengan tulisan Utsmani dalam penulisan Al Quran, menjadikan Kitabullah mainan di tangan orang-orang. Setiap kali orang mempunyai perhatian dengan pemikiran untuk penulisannya, memberikan usulan untuk merealisasikannya.

Sebagian lagi mengusulkan ditulis dengan huruf latin atau lainnya. Dan hal ini sangat berbahaya. Padahal mencegah terjadinya mafsadah (kerusakan) lebih diutamakan dari pada mendatangkan kemaslahatan.

Setelah meneliti itu semua, maka Majlis Al Majma AL Fiqhi Al Islami menetapkan dengan ijmak (kesepakatan bersama, red) menguatkan apa yang telah ada dalam ketetapan Majelis Hai’ah Kibarul Ulama di Saudi Arabia.

Yaitu tidak membolehkan merubah tulisan mushaf Utsmani. Tulisan mushaf Utsmani harus dibiarkan seperti yang ada sekarang, agar menjadi hujjah selamanya dan tidak terjadi infiltrasi dari perubahan apa saja atau perubahan dalam teks Quran. Juga sebagai upaya mengikuti perbuatan para sahabat dan para imam Ulama salaf radhiallahu anhum ajmain.

Adapun tuntutan dalam pengajaran Al Quran dan memudahkan untuk membacanya bagi para pemula yang terbiasa dengan tulisan imla, maka hal itu dapat diwujudkan lewat talqin (penyampaian langsung) oleh para guru. Karena pengajaran membaca Al Quran dalam semua tingkatan harus dengan bimbingan seorang guru.

Maka sang guru dapat mengajarkan para pemula untuk membaca kata-kata yang berbeda tulisannya dengan kaidah imla yang ada. Apalagi kalau dipehatikan bahwa kata-kata itu bilangannya hanya sedikit.

Sementara, pengulangan dalam Al Quran sering sekali seperti kata ( الصلوة ) و ( السموات ) atau semisal itu. Setiap kali pemula belajar kata dengan tulisan ustmani, maka akan mudah membacanya pada setiap kali mendapatkannya dalam mushaf. Hal itu sama persis pada tulisan kata هذا dan ذلك yang juga terdapat dalam kaidah imla.

Artikel ini ditulis oleh: