Tersangka pemberi keterangan palsu dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012, Miryam S Haryani, tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (19/5). Miryam diperiksa sebagai tersangka dalam kasus itu. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/foc/17.

Jakarta, Aktual.com – Mantan anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Hanura Miryam S. Haryani, mengaku bahwa anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari tidak menekan dirinya untuk mencabut berita acara pemeriksaan (BAP).

“Tidak ada. Saya waktu penyidikan itu ‘kan mengalami tekanan-tekanan. Yang mengancam ‘kan penyidik, saya juga sudah ngomong di pengadilan,” kata Miryam seusai diperiksa KPK di Gedung KPK RI, Jakarta, Rabu (21/6).

Ia mencontohkan saat dirinya masih menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus KTP elektronik (KTP-el) di Gedung KPK, dirinya sempat mengalami mabuk durian.

“Contoh, waktu pemeriksaan terakhir waktu jadi saksi keempat kali dipanggil, saya dibikin mabuk durian. Itu ‘kan saya tersiksa dong,” tuturnya.

Selanjutnya, saat dirinya dikonfrontasi dengan tiga penyidik KPK, salah satunya dengan Novel Baswedan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, dia menyatakan Novel tidak memberikan keterangan yang benar.

“Mestinya dia yang kena Pasal 22, memberikan keterangan tidak benar, bukan saya. Pak Novel ngomongnya kue durian. Kue durian sama buah durian ‘kan berbeda, mestinya itu dong. Sampai kapan pun saya akan mencari keadilan,” ucap Miryam.

KPK telah menetapkan mantan anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Hanura Miryam S. Haryani sebagai tersangka memberikan keterangan tidak benar pada persidangan perkara tindak pidana korupsi proyek KTP-el atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Miryam disangkakan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.

Sementara itu, KPK juga telah menetapkan Markus Nari sebagai tersangka merintangi penyidikan, persidangan, dan memberikan keterangan tidak benar pada persidangan kasus KTP-el dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.

Atas perbuatan tersebut, Markus Nari disangkakan melanggar Pasal 21 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 .

Dalam persidangan pada hari Kamis (23/3) di Pengadilan Tipikor Jakarta diketahui Miryam S. Haryani mengaku diancam saat diperiksa penyidik terkait dengan proyek kasus KTP-el.

“BAP isinya tidak benar semua karena saya diancam sama penyidik tiga orang, diancam pakai kata-kata. Jadi, waktu itu dipanggil tiga orang penyidik,” jawab Miryam sambil menangis.

Terkait dengan hal itu, Miryam dalam persidangan juga menyatakan akan mencabut BAP atas pemeriksaan dirinya.

Dalam dakwaan, disebut bahwa Miryam S. Haryani menerima uang 23.000 dolar AS terkait dengan proyek sebesar Rp5,95 triliun tersebut.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: