Direktur Utama Bank BTN Maryono (kedua kanan) bersama Menteri BUMN Rini Soemarno (tengah) dalam acara peresmian Rumah Kreatif BUMN yang dibangun Bank BTN di Bitung, Selasa (27/12/2016). PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) telah menyatakan kesiapannya untuk mendukung program Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam pendirian Rumah Kreatif BUMN (RKB). Bank BTN telah menyiapkan 10 RKB yang seluruhnya difasilitasi dengan layanan digital banking. AKTUL/Humas BTN

Jakarta, Aktual.com – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengecam kebijakan terbaru dari pemerintah terkait Penyertaan Modal Negara (PMN) dalam PP Nomor 72 Tahun 2016.

PP yang ditandatangi Joko Widodo (Jokowi) pada 30 Desember 2016 itu seolah menjadi sinyal buruk bagi pengelolaan BUMN ke depannya. Apalagi lewat PP itu, justru peran DPR yang sebagai pengawas telah dikebiri.

“Kinerja BUMN bisa semena-mena dalam aksi korporasinya. Karena peran pengawasan DPR kian diperlemah. Sementara kinerja BUMN selama ini masih banyak yang merugi. Makanya kami harap Pesiden membatalkan PP itu,” ungkap Sekjen FITRA, Yenny Sucipto, di Jakarta, Kamis (19/1).

Selama ini, kata dia, kinerja BUMN di bawah Menteri BUMN Rini Soemarno tak ada kemajuan berarti. Bahkan konsep Rini untuk mengembangkan BUMN pun tak ada.

“Bagaimana pengembangan bisnis BUMN untuk menjadikan pilar kesejahteraan rakyat? Tak punya visi sama sekali. Konsep holding justru hanya untuk memudahkan privatisasi. Apalagi adanya PP 72 ini, yang ada nantinya hanya akan menjadi bancakan elit-elit tertentu,” ujar Yenny.

Lebih jauh Yenny menegaskan, PMN yang hanya sesuai persetujuan DPR dalam bentuk fresh money. Sementara PMN lainnya, dengan adanya PP ini tak lagi sesuai persetujuan DPR, seperti PMN pengalihan aset.

Di aturan itu, kata dia, berkaitan dengan bentuk PMN, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membagi kewenangan tersebut pada masing-masing Direktur Jenderal (Dirjen). Untuk PMN fresh money, kewenangan dilimpahkan kepada Dirjen Kekayaan Negara (DJKN) yang kemudian pembahasannya bersama dengan DPR.

“Tapi, jika PMN berupa pengalihan aset, fungsi pengalihan aset justru fungsinya berada dalam kewenangan DJKN sepenuhnya. Tanpa berkoordinasi dengan DPR tapi berkoordinasi dengan unit terkait. Ini yang salah, karena peran DPR dinegasikan,” tandasnya.

Terkait dengan PMN dalam bentuk koversi piutang negara di BUMN. DJKN hanya melakukan koordinasi dengan dengan Direktorat Sistem Manajemen Investasi, Ditjen Perbendarahaan dan Ditjen Pengelolaan Utang.

“Kemana peran DPR-nya? Makanya kami minta agar UU BUMN juga cepat direvisi agar semakin jelas pengawasan DPR,” pungkasnya.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka