Menkeu Sri Mulyanai saat rilis stabilitas keuangan Indonesia di Jakarta, Jumat (3/2). Pembahasan tersebut diikuti oleh Kemenkeu, OJK, Bank Indonesia, dan LPS ini memandang stabilitas keuangan nasional dari berbagai aspek. AKTUAL/Tino Oktaviano
Menkeu Sri Mulyanai saat rilis stabilitas keuangan Indonesia di Jakarta, Jumat (3/2). Pembahasan tersebut diikuti oleh Kemenkeu, OJK, Bank Indonesia, dan LPS ini memandang stabilitas keuangan nasional dari berbagai aspek. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Defisit dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dialami oleh pemerintah sejak tahun 2011-2012 lalu. Namun sekarang diklaim Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati defisit mulai membaik.

Bahkan dibanding negara emerging market yang lebih tinggi pertumbuhannya dari Indonesia seperti India, defisit pemerintah ternyata masih lebih baik.

“Kebijakan fiskal selama 2007-2017, defisit alami tendensi pelebaran, terutama sejak 2011-2012 sampai sekarang. Bagian dari pelebaran defisit ini, di 2015 memang yang paling tinggi capai 2,59 persen. 2016 sebesar 2,46 persen dan 2017 ini target defisit 2,41 persen,” ujar Menkeu, di Jakarta, Senin (20/2).

Dibanding India yang pertumbuhan ekonominya lebih baik dari Indonesia, kata dia, defisit pemerintah relatif terkendali. India dengan pertumbuhan ekonomi 6,8-7 persen ternyata defisit mencapai 7,2 persen.

“Artinya dalam tiga tahun utangnya naik mencapai 25 persen. Atau setara total seluruh utang RI saat ini. Sedang kita itu di tahun ini defisitnya 2,41 persen dengan pertumbuhan ekonomi 5,1 persen dan rasio utang 28 persen,” jelas dia.

Makanya, kata dia, defisit anggaran itu didesain untuk meminimalkan pengaruh kondisi global yang sangat negatif terutama terhadap laju ekspor maupun permintaan barang komoditas Indonesia yang selama ini jadi andalan.

“Apalagi tantangan domestik dengan defisit yang segitu harus bisa mengurangi kesenjangan, kemiskinan, dan tingkat pengangguran. Makanya kita harus berdaya tahan tinggi,” tegas dia.

Untuk itu disebutkan Menkeu, yang dilakukan pemerintah saat ini, bukan karena pemerintah ingin populer atau pencitraan. “Tapi bagaimana untuk ciptakan perekononian Indonesia yang berkekuatan apabila ada goncangan global,” papar dia.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan