Reklamasi merupakan metode utama Cina dalam rangka meluaskan ruang hidupnya di Indonesia. (ilustrasi/aktual.com)

Gorengan isu agar terus timbul kegaduhan sosial politik pasca pelantikan Gubernur DKI Jakarta terpilih, ternyata belum berubah terkait hal sektarian, primordial, SARA, dan lain-lain.

Tampaknya isu lama perihal benturan ideologi yang pernah menjadi top isu sebelum pelantikan dinilai sudah tak lagi relevan dalam rangka ‘menggoyang’ Gubernur baru, dianggap usang.

Geopolitik mengajarkan, pelemparan isu ke publik memiliki 2 (dua) maksud. Pertama, isu sebagai metode sifatnya cuma memancing reaksi publik. Test the water. Kedua, isu sebagai pola bukan hanya memancing reaksi khalayak, namun ada agenda lanjutan usai isu ditebar. Isu – tema/agenda – skema. ITS. Itu urut-urutannya. Akan tetapi keduanya, bisa juga sebagai sarana deception. Penyesatan.

Karena ada skema besar lain yang hendak diraih. Entah isu sebagai metode maupun sebagai pola yang kini dilempar di Jakarta, sebaiknya publik jangan terlalu larut dengan isu-isu dimaksud apapun jenisnya.

Publik hendaknya fokus pada hal-hal lebih besar yaitu skema penjajahan gaya baru yang tengah berlangsung senyap di negeri ini, seperti rencana penjualan puluhan BUMN, penyerahan pelabuhan baik laut maupun bandara udara kepada swasta (asing), atau proyek reklamasi pulau, dan lain-lain.

Jika kita hanyut dalam gorengan isu, maka sejatinya kita telah masuk dalam perangkap strategi perang Cina kuno yakni ‘Mengecoh Langit Menyeberangi Lautan’. Betul?

M Arief Pranoto dan Hendrajit