Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengirimkan surat ke simpatisan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menyebut rezim Joko Widodo (Jokowi) lebih parah dari rezim Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan partai politik pendukung pemerintah atau parpol koalisi semestinya konsisten dalam mendukung upaya pemerintah memperkuat pemerintahan presidensial dalam pembahasan RUU Pemilu.

“Partai-partai yang mendukung pemerintah tentunya harus konsekuen dan konsisten untuk memperkuat sistem pemerintahan presidensil,” ujarnya di Jakarta, Jumat (14/7).

Tjahjo mengatakan saat ini pemerintah ingin meningkatkan penguatan sistem demokrasi dan sistem presidensial, salah satunya dengan RUU Pemilu di mana skema ambang batas presiden 20 persen perolehan suara DPR dan 25 persen suara sah nasional.

“Itu sudah berjalan dua kali pemilu. Hal itu sesuai Undang-Undamg Dasar dan telah diterima, disetujui, dan diikuti oleh partai politik peserta pemilu,” kata dia.

Oleh karena tu, kata Tjahjo, persoalan ambang batas presiden yang dikehendaki pemerintah, yakni 20-25 persen, hendaknya tidak perlu diributkan.

“Bahkan ada yang ingin kembali ke nol persen. Ini namanya kemunduran pemahaman demokrasi. Kita kan ingin maju memperkuat sistem demokrasi,” kata dia.

Secara umum, soal koalisi parpol, Tjahjo berpandangan saat ini etika politik berkoalisi semakin tidak jelas karena kepentingan jangka pendek.

Dia mempertanyakan mengapa saat ini parpol koalisi mudah saja meninggalkan etika berkoalisi.

Padahal, kata dia, dalam berkoalisi dengan pemerintah harusnya semua keputusan politik bisa dilaksanakan, diamankan, diperjuangkan bersama dan beriringan.

“Jadi tidak ditinggal lari sendiri di tengah jalan. Tidak elok berkoalisi tapi menikam dari belakang. Yang saya sampaikan tidak pada masalah RUU Pemilu. Tapi berkoalisi dalam konteks yang lebih luas apalagi koalisi politik dalam pemerintahan,” ujar dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid