Penyelamatan PLN Melalu RUPTL

November 2017, pelaksanaan proyek 35.000 MW hanya mampu mencapai commercial operation date (COD) sebesar 3 persen atau hanya 1.061 MW. Sisanya sebesar 16.992 MW berada pada tahap kontruksi, 12.726 MW belum kontruksi namun telah dilakukan penandatanganan perjanjian jual beli listrik atau power purchase agreement (PPA). Sebanyak 2.790 MW masih dalam tahap pengadaan dan sisanya 2.228 MW atau sebesar 6 persen masih dalam tahap perencanaan.

“Untuk proyek 35.000, memang kami sudah tanda tangan lebih dari 30.000. Hari ini kami monitor,” kata Dirut PLN, Sofyan Basir.

Melihat dari fakta yang ada, pemerintah terpaksa berpikir ulang. Tentu merupakan hal yang tidak perlu untuk ngotot diselesaikan pada 2019 jika akibatnya PLN mengalami kelumpuhan finansial. Karenanya pemerintah melakukan revisi Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menjelaskan, perubahan RUPTL itu perlu dilakukan atas pertimbangan realisasi indikator makro ekonomi tidak tumbuh sesuai yang diharapkan hingga berdampak pada perlambatan pertumbuhan penjualan tenaga listrik. Subtansi perubahan RUPTL itu yakni, melakukan penyesuaian jadwal operasi pembangkit baru yang dituangkan dalam RUPTL sebelumnya.

“Perubahanya kita susun berdasarkan proyeksi yang intinya bahwa COD itu kita cocokkan pada proyeksi kebutuhan listrik setiap wilayah di Indonesia,” kata Jonan.

Diketahui pada RUPTL 2018 – 2027 ini, proyeksi rata-rata pertumbuhan kebutuhan listrik pertahun sebesar 6,86 persen dengan asumsi pertumbuhan ekonomi nasional rata-rata 6,3 persen. Menurun dari asumsi pertumbuhan kebutuhan listrik pada RUPTL sebelumnya yang dipatok sebesar 8,3 persen.

Selain itu, kapasitas terpasang baik dari IPP maupun dari pembangkit milik PT PLN sendiri ditargetkan sebesar 106 GW turun dari target sebelumnya sebesar 126 GW. Adapun komposisi bauran energi primer yang dicanangkan sebesar 54,4 persen dari Batubara, 23 persen Energi Baru Terbarukan (EBT), 22,2 persen gas dan 0,4 persen dari Bahan Bakar Minyak (BBM).

Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar menjelaskan, dengan mengacu RUPTL tersebut maka target investasi sektor kelistrikan tahun 2018 turut menurun menjadi USD12,2 miliar dari yang semula dicanangkan sebesar USD24,8 miliar. Angka ini menjadi realistis apabila melihat realisasi tahun 2017 hanya USD9 miliar dari target USD19 miliar.

Sehingga secara keseluruhan, target investasi sektor ESDM tahun 2018 menjadi USD37,2 miliar dari target semula USD50,12 miliar. Yang mana rinciannya terdiri dari target investasi sektor migas USD16,8 miliar, ketenagalistrikan USD12,2 miliar, Mineral dan Batubara USD6,2 miliar serta Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) sebesar USD2 miliar. Sebagai catatan, realisasi investasi sektor ESDM pada tahun lalu hanya USD26 miliar dari target USD48 miliar.

“Target itu naik (dibanding 2017). Namun setelah dikoreksi, sebelumnya USD50 miliar sekarang menjadi USD37,2 miliar,” kata Arcandra.

Namun pada saat terpisah, Jonan membantah adanya penurunan target investasi kelistrikan. Hanya saja penyelesaian program 35.000 MW disesuaikan dengan kebutuhan listrik dari waktu ke waktu. Atau pergeseran waktu penyelesaian Commercial Operation Date (COD) sebagian pembangkit listrik sesuai dengan RUPTL tahun 2018-2027

“Tidak ada revisi investasi di bidang kelistrikan sama sekali. Yang terjadi hanyalah pergeseran waktu penyelesaian atau COD sebagian pembangkit listrik sesuai RUPTL 2018 -2027,” kata Jonan.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (ISER), Fabby Tumiwa menilai sangat memungkinkan jika target investasi kelistrikan juga dilakukan penyelarasan mengacu kepada RUPTL yang ada. Jika melihat kepada realisasi investasi sektor kelistrikan bebera tahun terakhir, maka angka USD12,2 miliar menjadi realistis. Tahun 2015 realisasi investasi kelistrikan hanya USD8,0 miliar. Tahun selanjutnya USD8,1 miliar dan tahun lalu diketahui USD9,0 miliar.

“Dalam RUPTL 2018-2027, asumsi pertumbuhan permintaan listrik direvisi dari 8,3 menjadi 6,9. Akibatnya penambahan pembangkit listrik juga turun dari 78 GW pada 2017-2026 menjadi 56 GW pada 2018-2027. Untuk mengetahui perlambatan investasi listrik, harus melihat realisasi 3-5 tahun terakhir,” kata Fabby.

Selanjutnya…
Pelaku Usaha Mulai Mengeluh

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Dadangsah Dapunta