Dari kiri ke kanan, mantan Ketua KPK Abraham Samad, Komisioner Bawaslu Fritz Siregar, Margi Syarif, Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu, Direktur Perludem Titi Anggraini dan Ketua KPU Arief Budiman dalam diskusi 'Korupsi, Pilkada dan Penegakkan Hukum' di Jakarta, Sabtu (17/3).

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi III DPR RI, Masinton Pasaribu, mempertanyakan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memutuskan untuk mengusut calon kepala daerah yang melakukan korupsi di tengah masa kampanye Pilkada serentak 2018.

Ia mengatakan, pengusutan ini seharusnya dilakukan sejak jauh-jauh hari, bukan malah pada saat beberapa bulan menjelang pencoblosan. Menurutnya, para calon petahana telah menduduki posisi kepala daerah dalam lima tahun belakangan, sehingga seharusnya KPK bertindak paling tidak dari tahun lalu.

“Pertanyaannya, ke mana KPK kemarin selama lima tahun? Kenapa baru bergerak sekarang? Karena korupsi kan bukan kasus tiba-tiba, kecuali jika ada OTT,” ujar Masinton, dalam diskusi berjudul Korupsi, Pilkada, dan Penegakan Hukum di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/3).

“Tahap verifikasi di mana? Kita mengelola negara bukan mau menang-menangan,” imbuhnya.

Politikus PDIP ini menegaskan, hal ini justru mengindikasikan KPK telah bermain dalam ranah politik. Menurut Masinton, sebagai institusi penegak hukum, KPK tidak seharusnya turut bergerak dalam ranah politik.

“Saya kritik KPK karena hal ini sudah terjadi sampai berkali-kali,” ujar Masinton.

Dia menganggap permintaan Wiranto untuk menunda proses hukum sekedar imbauan. Menurutnya Kepolisian dan Kejaksaan lebih bisa menahan diri untuk menunda proses hukum para kepala daerah yang kembali mencalonkan diri.

“Itu kan imbauan. Imbauan juga pastinya berdasarkan masukan-masukan juga. Penegakan hukum dalam korupsi ini kan bukan cuma KPK. Kepolisian, kejaksaan juga, tapi kepolisian dan kejaksaan bisa menahan diri. Menunda bukan berarti menghentikan,” kata Masinton.

Masinton lantas menyinggung tindakan KPK yang sempat dilibatkan oleh Presiden Joko Widodo dalam menyeleksi calon menteri Kabinet Kerja, sebelum pemerintahan Jokowi dimulai pada Oktober 2014.

“Supaya tidak disebut nanti KPK bermain politik. Dulu waktu pak Samad kan distabilo juga calon menteri itu,” sambung dia.

Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan, KPK akan mengumumkan sejumlah calon kepala daerah yang akan segera ditetapkan menjadi tersangka, pada Senin (12/3) lalu.

Langkah itu kemudian ditanggapi dengan pemberian imbauan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto supaya KPK menunda segala proses hukum terhadap para calon kepala daerah terduga korupsi untuk menghindari kegaduhan politik.

Meski demikian, KPK tetap melakukan pengusutan korupsi calon kepala daerah. KPK baru saja mengumumkan calon gubernur Maluku Utara, Ahmad Hidayat Mus, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam pembebasan lahan Bandara Bobong pada APBD Kabupaten Kepulauan Sula tahun anggaran 2009, Jumat, 16 Maret 2016.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Teuku Wildan