Wakil Presiden Jusuf Kalla saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan Peninjauan Kembali atau PK yang diajukan mantan Menteri Agama Suryadharma Ali/SDA di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (11/7/2018). JK menganggap apa yang dilakukan KPK saat itu tidak tepat. Apa yang dilakukan Suryadharma sudah sesuai aturan. Dimana dalam kasus ini adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 3 tahun 2006 yang mengatur pertanggungjawaban penggunaan dana operasional menteri (DOM). Dan, peraturan tersebut diperbaharui dengan Perturan Menteri Keuangan nomor 6 Tahun 2014. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Nama Ma’ruf Amin (Ketua Umum MUI) terus menguat dalam bursa Cawapres Jokowi. Hal ini pun turut diperkokoh dengan pernyataan J. Kristiadi, Pengamat Politik Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang selama ini pun merupakan lembaga think tank Jokowi. Kristiadi mengatakan bahwa pasangan Jokowi haruslah seorang Tokoh Muslim yang mampu diterima semua pihak.

Dalam penuturannya pun disampaikan tidak hanya satu nama. “Bisa Pak Ma’ruf Amin, Pak Said Aqil Sirodj, Pak Jusuf Kalla sendiri, ya, macam-macamlah, tinggal sekarang bagaimana prinsip-prinsip itu disesuaikan dengan konteks-konteks dimensi yang lain”. Hal itu juga tidak menutup kemungkinan untuk nama-nama yang lain seperti TGB (Mantan Gubernur NTB 2 Periode), atau Ahmad Heryawan (Mantan Gubernur Jabar 2 Periode) sekalipun, namun peluang tersebut nampaknya terlalu kecil dan beresiko. Tapi tak ada yang tak mungkin dalam politik.

Kembali pada menguatnya nama Ma’ruf Amin. Orang awam melihatnya sebagai Ulama dan pendidik, sosok yang _clear and clean_ dari urusan politik praktis. Namun jika ditelusuri betul rekam jejak politik dan kepartaiannya masih melekat, terakhir menjadi Dewan Pertimbangan Presiden semasa Pemerintahan SBY merupakan posisi yang diemban pria yang kini berusia 75 tahun tersebut.

Sebagai Ketua Umum MUI dan Ra’is Aam Syuriah PBNU, beliau dikenal sebagai sosok yang tidak neko-neko dan sangat berkhidmat dalam menjalani kehidupan Jakarta yang keras. Bahkan ketika persekusi media sosial bertubi-tubi menghujatnya saat perseteruan politik Jakarta memanas terkait Ahok dan Al Maidah, beliau cukup tenang menghadapinya.

Kini, jika Jokowi akhirnya memilih Ma’ruf Amin sepertinya merupakan langkah yang tepat untuk mendelusi berbagai macam pandangan masyarakat yang mengasosiasikan bahwa Ahok adalah Jokowi, dan Jokowi adalah Ahok. _Toh_ secara politik sosok Ma’ruf Amin tidak akan memberikan dampak destruktif, justru secara penerimaan publik terutama kalangan muslim dan nahdliyin bahkan antar agama hal tersebut selesai sudah.

Masalah yang muncul ketika nama Ma’ruf Amin menguat ya berarti nama kandidat lain menciut. Jusuf Kalla yang kini masih berjuang dalam gugatan MK demi memperpanjang kesempatan untuk melenggang di periode berikutnya seakan-akan mendapat tantangan menghadapi Ma’ruf Amin. Bagaimanapun JK sedang berupaya keras, untuk turut melindungi konstituen dan bisnis besar di belakangnya, meski harus menabrak aturan main yang ada. Setidaknya kini nama Yusril pun ditaruh menjadi kuasa hukum JK untuk melakukan gugatan.

Ya, sayangnya seluruh upaya JK akan sia-sia jika ternyata Jokowi tetap memilih Ma’ruf Amin sebagai Cawapres pendamping di perhelatan 2019. Meski gugatan diterima. Karena bagaimana pun memilih JK akan menyelesaikan satu masalah dengan menutupi menggunakan masalah lain dan menimbulkan masalah baru, full masalah kalimat ini. Wajar jika Jokowi kemudian tetap yakin memilih Ma’ruf Amin yang cenderung menyelesaikan seluruh masalah yang ada.

Pada akhirnya, JK akan gigit jari. Namun dari keseluruhan gejolak yang ada, Cak Imin lah yang akan paling bersimbahkan air mata.

Oleh: Barri Pratama (Wakil Ketua Umum PP KAMMI 2017-2019)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Dadangsah Dapunta