Jakarta, Aktual.com – Mantan Kepala Divisi Umum Bank Jabar Banten (BJB), Wawan Indrawan telah dijebloskan ke penjara oleh jaksa eksekutor lantaran terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi Rp217 miliar.

Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan vonis 8 tahun bui terhadap Wawan dalam skandal proyek pembangunan BJB Tower di Jalan Gatot Subroto, Kav 93, Jakarta Selatan.

Pejabat BJB itu kini mendekam dibalik jeruji besi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Sukamiskin, Kota Bandung, pada Senin 11 September 2017.

Menanggapi kasus ini, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Kejaksaan Agung melakukan eksekusi uang pengganti Wawan dan segera menjerat unsur swasta (korporasi).

“Undang-undang tindak pidana korupsi menyebutkan satu bulan setelah pelaksanaan eksekusi wajib membayar uang pengganti. Jika tidak dibayar maka jaksa dapat menyita aset terpidana,” terang Koordinator MAKI Boyamin Saiman saat dihubungi, Rabu (19/9).

Mengingat Wawan mantan petinggi BJB, maka bank milik rakyat Jawa Barat dan Banten ini dinilai turut bertanggung jawab atas kebijakan yang berujung kerugian negara. Sebab menurut Boyamin, ketika kasus bergulir tahun 2012 terpidana bertindak mewakili BJB.

“Karena itu kami minta Kejaksaan tidak segan-segan tetapkan pihak swasta sebagai tersangka. Agar ada jaminan soal pembayaran uang pengganti tersebut,” ujar dia seraya mencontohkan kasus IM2 yang menjerat Indosat pesakitan rasuah.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung dalam waktu dekat bakal menetapkan tersangka korporasi dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Bank BJB Tower, di Kav 93, Gatot Subroto, Jakarta Pusat, pada tahun 2012.

Direktur Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Warih Sadono mengaku sudah mengusulkan penerbitan Sprindik baru terhadap Dirut PT Comradindo Lintasnusa Perkara (CLP) Tri Wiyasa, selaku pihak swasta perkara ini.

“Saya sudah usulkan penerbitan Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) baru, ” kata Warih, di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (13/9).

Status Tri Wiyasa dipertanyakan menyusul dikabulkannya kasasi jaksa penuntut umum (JPU) terhadap putusan bebas Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (14/12/2015) dengan terdakwa Wawan Indrawan.

Menurut Warih penerbitan Sprindik atas nama Tri Wiyasa tinggal tunggu waktu. “Pasti-pasti. Tinggu saja,” tambah mantan Deputi Penindakan KPK tersebut.

Tri Wiyasa sebelumnya sudah tersangka bersama Wawan. Hanya saja Tri melarikan diri hingga dinyatakan buron. Namun dalam putusannya, Pengadilan Negeri Bandung justru menyatakan Wawan bebas dari segala tuntutan hukum.

Melihat peluang itu, Tri dalam status buron mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kemudian gugatan Tri dikabulkan dan Sprindik atas dirinya dinyatakan tidak sah, 2016.

Padahal, peran Tri Wiyasa sangat sentral selaku pemilik PT CLP perusahaan yang menjadi pemenang tender pembangunan BJB Tower Jakarta Rp 543 miliar.

Kasus korupsi ini berawal dari Direksi Bank BJB yang berhasrat memiliki kantor cabang di Jakarta. Kemudian mereka membeli 14 dari 27 lantai gedung T-Tower di Jalan Gatot Subroto Kaveling 93, Jakarta Selatan.

Agar rencana berjalan mulus, pihak BJB bernegosiasi dengan PT CLP, perusahaan teknologi informasi yang mengklaim sebagai pemilik lahan di Kav 93 tersebut. Ternyata ada kesepakatan terkait harga pembelian tanah sebesar Rp543,4 miliar.

Hasil rapat direksi BJB, manajeman menyetujui membiayai dengan uang muka 40 persen atau sekira Rp217,36 miliar pada 12 November 2012 dan sisanya, dicicil senilai Rp27,17 miliar per bulan dalam kurun waktu satu tahun.

Kejanggalan transaksi ini perlahan diketahui, mulai dari kepemilikan status tanah sehingga rawan terjadi sengketa. Harga tanah jauh di atas harga pasar sehingga pembayaran uang muka menyalahi ketentuan.

Bahkan terkuak PT CLP ternyata bergerak di bidang informasi teknologi bukan properti. Akibat kecerobohan manejemen Bank BJB dan tidak profesionalnya PT CLP, negara menderita kerugian Rp217 miliar.

 

Laporan Fadlan Syiam Butho

Artikel ini ditulis oleh: