Jakarta, Aktual.Com-Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan perlindungan dan pemenuhan hak-hak saksi dan korban kejahatan merupakan salah satu perwujudan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM). Karena itulah negara harus hadir dan tidak boleh abai terhadap
warganya sebagai bentuk pertanggungjawaban negara.

Lebih lanjut dia mengatakanpenegakan dan pemenuhan HAM tidak bisa hanya dilakukan secara seremonial belaka. Apalagi, hanya disebut dalam Nawacita pemerintahan saat ini tanpa diikuti kerja kongkret sebagai penghormatan HAM.

“Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM) harus diimplementasikan dalam kerja kongkret di lapangan dan dilaksanakan semua instansi
pemerintahan dengan sungguh-sungguh sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing. Dengan demikian, RANHAM tidak sekadar menjadi dokumen yang menjadi bahan bacaan saja,” kata Semendawai, Sabtu (10/12/2016).

Menurut Semendawai, LPSK yang bertanggung jawab dalam pemenuhan hak-hak korban, termasuk dalam kasus pelanggaran HAM berat, telah memberikan layanan kepada para korban beberapa kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dengan mengacu kepada rekomedasi Komnas HAM. Namun,
terkadang hal-hal seperti masih jarang terekspose melalui media massa sehingga tidak terlalu terdengar.

Sebab, kata dia, yang ditunggu banyak pihak saat ini adalah
terlaksananya pengadilan pelanggaran HAM masa lalu itu sendiri.
Terwujudnya pengadilan HAM dalam beberapa kasus pelanggaran HAM berat masa lalu memang menjadi suatu hal yang ditunggu-tunggu. Karena janji penuntasan pelanggaran HAM masa lalu sudah dideklrasikan pemerintahan saat ini melalui nawacitanya.

Dengan dilaksanakannya pengadilan HAM, kata Semendawai lagi, para korban dimungkinkan untuk mengajukan tuntutan ganti rugi (kompensasi) terhadap negara yang telah gagal melindungi dan mewujudkan keadilan bagi mereka. Sebab, mereka yang menjadi korban pelanggaran HAM berat telah menderita sekian tahun tanpa ada kejelasan dan abai perhatian dari pemerintah.

Semendawai juga menyoroti revisi beberapa undang-undang yang juga masih luput memerhatikan hak-hak korban, seperti dalam rencana revisi Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana terorisme. Karena revisi masih mengedepankan penindakan tanpa mengindahkan hak-hak masyarakat yang menjadi korban.

“Padahal, hak untuk hidup aman dan mendapatkan
keadilan adalah perwujudan HAM yang harus dilaksanakan negara,” ujar dia.

Ke depan, Semendawai mengajak semua pihak untuk lebih bekerja secara kongkret dalam mewujudkan dan menegakan pemenuhan HAM di Indonesia.

Banyak pekerjaan rumah terkait perwujudan HAM yang harus dilakukan dan tidak sekadar dibicarakan saja. “Semua pihak harus kerja kongkret. Pemerintah melalui nawacitanya sudah berjanji menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu dan bersama-sama mencegah terjadinya pelanggaran HAM di masa depan,” tutur dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs