Jakarta, Aktual.com — Lentera warna-warni yang terbuat dari logam dan kaca dengan berbagai ukuran, yang dikenal dengan nama “fanoos” dalam Bahasa Arab, menjadi pemandangan umum di Mesir selama Bulan Suci Ramadhan.

Kenaikan harga tak menghalangi pembeli untuk memenuhi toko yang menjual fanoos, yang di Mesir berawal dari Kekhalifahan Fathimiyah atau Fathimiyyun ratusan tahun lalu. Benda itu mulanya berfungsi menerangi jalan yang gelap tapi belakangan menjadi mainan tradisional anak-anak untuk bermain di luar rumah pada malam Ramadhan.

Di Permukiman Sayyidah Zainab di Ibu Kota Mesir, Kairo, ratusan “fawaneess” (bentuk jamak dari fanoos) yang menarik hati tergantung sebagai pajangan di kios khusus pada malam Ramadhan, saat banyak orang berbelanja buat anak mereka atau memanfaatkannya sebagai hiasan di gerbang rumah, koridor atau lobi hotel, restoran, kantor dan tempat lain.

Nour Oraby, seorang mahasiswi yang berusia awal 20-an tahun, berkeliling di pasar tersebut untuk mencari fanoos sampai ia memilih fanoos tradisional yang berukuran sedang dan hiasan pinggir kacanya dicat merah, biru, kuning dan hijau.

“Membeli fanoos menjadi keharusan di Mesir, sebab ini adalah bagian dari kebudayaan selama Bulan Suci. Dan saya telah membeli lentera sejak saya masih kecil,” kata perempuan muda dikutip dari Xinhua di Jakarta, Senin (06/06) siang. Namun ia mengeluh bahwa kenaikan harga juga merambah sampai ke pasar fawaneess.

“Saya benar-benar terganggu oleh kenaikan harga semua barang, bukan cuma fanoos, terutama karena penghasilan kebanyakan keluarga Mesir sangat kecil,” kata Nour Oraby.

Mesir telah menderita akibat resesi ekonomi dalam kerusuhan politik lima tahun belakangan, yang mengakibatkan kemerosotan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Mesir, cadangan devisa yang rendah, devaluasi pound Mesir terhadap dolar AS. Akibat semua itu ialah harga pangan, layanan dan barang lain naik.

Dalam satu dasawarsa belakangan, pedagang Mesir mengimpor fawaneess, yang mirip mainan dan berlandaskan teknologi, kebanyakan dari Tiongkok.

Namun, tahun ini dan akibat naiknya nilai tukar dolar AS serta kondisi ekonomi yang tidak menguntungkan, para pedagang telah mengimpor lebih sedikit fawaneess. Mereka memilih lebih mengandalkan fanoos buatan tangan rakyat Mesir, bahkan mereka menjual fanoos baru yang terbuat dari kayu.

“Tahun ini, harga fanoos naik karena beberapa alasan. Jadi, penjualan berkurang dibandingkan dengan penjualan tahun lalu. Itu sebabnya mengapa kami mengurangi impor fawaneess sebab kami memahami kondisi keuangan pembeli,” kata Umm Abdullah, wanita yang berusia 30-an tahun dan menjual fanoos.

Umm Abdullah mengatakan ia telah menjadi pedagang musiman fanoos selama 10 tahun sekarang. Ia sadar bahwa daya beli masyarakat rendah, tapi para orang tua “terpaksa membeli benda tersebut” karena itu adalah tradisi Ramadhan dan itu menghibur anak-anak saat mereka bermain dengan fanoos terutama di permukiman kelas bawah.

Mahmoud Fathy, pedagang lain lentera Ramadhan, mengatakan kondisi ekonomi di negeri tersebut membuat rakyat memilih untuk membeli lentera Ramadhan yang lebih murah sebab mereka hanya menggunakannya selama Ramadhan.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid