Badan pangan PBB FAO memperingatkan akses terhadap pangan telah berkurang secara dramatis di wilayah-wilayah yang menderita konflik sipil dan kekeringan. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Lebih 40 juta orang menderita kelaparan di Wilayah Timur Dekat dan Afrika Utara (NENA) akibat perang dan konflik, kata laporan 2017 dari Organisasi Pertanian dan Pangan (FAO) mengenai keamanan pangan dan gizi di wilayah itu.

Laporan tersebut, yang disiarkan pada Kamis (21/12), menyatakan 40,2 juta orang menderita gizi buruk dan kelaparan, sementara sebanyak 55,2 juta orang lagi menghadapi kondisi rawan pangan parah akibat konflik di Wilayah NENA.

Kebanyakan Negara NENA adalah negara Arab dan Timur Tengah, termasuk Mesir tempat Markas Regional FAO berada. Negara lain adalah Suriah, Irak, Yaman, Libya, Sudan, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Bahrain, Qatar, Oman, Jordania, Lebanon, Mauritania, Tunisia, Aljazair, Maroko dan Iran.

“Tahun ini, laporan FAO memperlihatkan konflik adalah penyebab utama memburuknya kondisi keamanan pangan dan gizi di Wilayah NENA; Sebanyak 40 juta orang menderita kelaparan di wilayah itu dan 75 persen di antara mereka hidup di lima negara yang dicabik perang,” kata Abdessalam Ould Ahmed, Kepala Regional FAO untuk NENA dan Asisten Direktur Jenderal organsasi tersebut.

Wilayah itu telah menjadi yang paling tegang di seluruh dunia sepanjang sejarah, kata Xinhua, Sabtu (23/12) pagi. Apa yang disebut Arab Spring (Revolusi Arab atau Musim Semi Arab) adalah gelombang revolusi unjuk rasa dan protes yang terjadi di dunia Arab). Aksi perlawanan tersebut meletus sekitar tujuh tahun lalu 18 Desember 2010 dan menggulingkan para pemimpin paling kuat di dunia Arab.

Kerusuhan yang berawal di Tunisia, Mesir serta di Libya telah merembet ke Suriah, Irak, dan Yaman, sementara Lebanon dilanda ketidak-stabilan politik dan proses perdamaian Palestina Israel menghadapi kebuntuan.

Laporan 2017 FAO menyatakan bahwa 27,2 persen dari semua orang di negara NENA yang terdampak perang secara kronis menderita kelaparan, atau kurang gizi, selama masa 2014-2016. Laporan itu menyoroti Suriah, Irak, Yaman dan Libya sebagai “tempat panas” konflik regional.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby