Peneliti politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Mada Sukmajati punya pandangan sama seperti Suminta. Menurut dia, Bawaslu harusnya lebih berani menegakkan aturan soal larangan kampanye di lembaga pendidikan, karena pasal soal itu pada UU Pemilu relatif jelas/tidak multitafsir.

Bukan semata menegakkan aturan, Mada melanjutkan, melarang kampanye di lembaga pendidikan khususnya pesantren juga berguna untuk meminimalisir sentimen identitas keagamaan untuk meraup suara massa.

“Terkait dengan pesantren, kampanye di lembaga seperti ini cenderung mendorong kandidat untuk menggunakan strategi politik identitas,” katanya.

Dan politik identitas jelas membawa masalah laten.
Dalam survei ahli yang melibatkan 145 ahli politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam pada April-Juli lalu, Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P LIPI) menemukan politisasi isu SARA dan identitas berpotensi menjadi pengganggu utama pemilu 2019. Gangguan yang berpotensi muncul di antaranya adalah intimidasi dan penggunaan kekerasan.

“Peran Bawaslu dan KPU sebenarnya sangat besar dalam menentukan sejauh mana politik identitas digunakan para calon sebagai instrumen mobilisasi melalui lembaga-lembaga seperti pesantren ini,” kata Mada.

Kubu Prabowo-Sandi sama sekali tidak keberatan jika Bawaslu lebih tegas, misalnya dengan melarang sama sekali kandidat ke pesantren dan sekolah. Namun anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Habiburokhman, menyebut larangan itu juga harus berlaku kepada petahana.

“Kalau kami enggak boleh, Jokowi juga enggak boleh. Jangan kami enggak boleh, Jokowi karena dianggap presiden lalu boleh. Itu artinya membuat kami bertarung dengan tangan terikat,” ujar Habiburokhman kepada wartawan, Kamis (11/10/2018).

Pendapat lain disampaikan Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Arsul Sani. Menurut dia, kunjungan kandidat ke pesantren harusnya tidak dipermasalahkan selama memang tidak berkampaye.

“Kalau misalnya datang bersilaturahmi dan menerima masukan, keluhan, dan kemudian memberi konsep-konsep dan terjadi dialog, ya enggak apa-apa,” kata Arsul di Kompleks Parlemen. (Wisnu)