Staf PPP membereskan kotak berkas saat akan menyerahkan pendaftaran menjadi peserta Pemilu 2019 di gedung KPU, Jakarta, Sabtu (14/10). Irama musik marawis mengiringi kedatangan rombongan PPP yang menyerahkan sejumlah dokumen persyaratan untuk mendaftar. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Pengambilalihan secara paksa kantor DPP PPP di Jalan Diponegoro Nomor 60, Jakarta Pusat oleh kubu Romahurmuziy atau Romi pada Selasa (12/12) lalu tidak akan terjadi jika pemerintah taat terhadap putusan pengadilan.

Ketua DPP PPP kubu Djan, Ghozali Harahap mengatakan hal tersebut semakin memunculkan stigma bahwa Presiden telah memecah belah Umat Islam. Terlebih lagi, dengan kebijakan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) dalam konflik internal PPP

“Umat Islam, khususnya kader dan pemilih PPP, mempertanyakan kebijakan Menteri Hukum dan HAM yang telah menyebabkan perpecahan dalam Partai Politik yang berbasis Islam, dengan mengesampingkan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, mempertahankan SK Menteri Hukum dan HAM tentang Pengesahan Kepengurusan PPP Romahurmuziy,” ujar dia, Ditulis Jumat (15/12).

Menkumham Yasonna Laoly, lanjut dia, telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan kewenangan administratif yang dimiliknya. Alih-alih mematuhi putusan pengadilan, Menkumham justru mengeluarkan SK untuk PPP kubu Romi.

Padahal, Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 79PK/Pdt.Sus/Parpol/2016, 12 Juni 2017 yang telah berkekuatan hukum tetap, telah memutuskan untuk memenangkan kubu Djan.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Teuku Wildan
Editor: Andy Abdul Hamid