Jakarta, Aktual.com – Ekonom muda INDEF, Bhima Yudhistira Adhinegara menyebut, pertumbuhan utang luar negeri (ULN) pada bulan Oktober masih didorong oleh  ULN sektor publik yang naik sebesar 8,4%.

Ini menandakan bahwa Pemerintah semakin agresif menambah utang untuk menutup defisit anggaran yang diperkirakan berada di kisaran 2,7% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun ini.

“Padahal, pertumbuhan ULN swasta mengalami stagnasi dengan hanya tumbuh 1,3% sama dengan bulan sebelumnya,” jelas Bhima di Jakarta, Minggu (17/12).

Hal ini menandakan bahwa sektor swasta, menurut dia, masih belum berniat menambah kapasitas produksi atau pun untuk ekspansi.

Dari total ULN swasta itu, kata dia, sebanyak 77% ULN terkonsentrasi di empat sektor utama yakni keuangan, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih. Ke empat sektor tersebut khususnya industri manufaktur masih tumbuh di bawah ekspektasi.

Bahkan, hal yang perlu diperhatikan dari ULN adalah peningkatan ULN jangka pendek lebih tinggi dari jangka panjang. Tercatat, ULN jangka pendek tumbuh 10,6% sementara ULN jangka panjang tumbuh 3,9%. Risiko missmatch akan menganggu likuiditas swasta maupun sektor publik dalam membayar ULN yang jatuh tempo.

Bahkan, kata dia, risiko utang juga bisa dilihat dari DSR (debt to service ratio) yang merupakan rasio pembayaran utang terhadap kinerja ekspor. Ternyata per triwulan III-2017 angka DSR Tier 1 menyentuh 26,39%.

“Angka tersebut terus naik sejak awal tahun. Peningkatan DSR membuktikan bahwa utang yang ditarik tidak berkorelasi positif terhadap sektor produktif yakni ekspor tadi. Dibanding lima tahun lalu DSR masih tercatat 17,28%,” dia menjelaskan.

Dia menegaskan, hingga akhir tahun 2017 pertumbuhan ULN akan naik cukup signifikan dibanding tahun 2016 lalu. Pada bulan Desember penerbitan surat utang baru sebagai bentuk prefunding kebutuhan anggaran tahun depan akan menaikkan pertumbuhan ULN sektor publik.

“Pemerintah merealisasikan penjualan surat utang negara di awal Desember dalam denominasi dolar AS senilai total US$ 4 miliar atau setara Rp54 triliun dalam rangka prefunding. Ini jelas membahayakan, karena rasio ULN terhadap PDB diperkirakan menembus 35-36%,” pungkas dia.

Pewarta : Busthomi

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs