Jakarta, Aktual.com – Perkembangan ekonomi Islam di Inggris jadi fenomena menarik mengingat Inggris bukan negara berpenduduk mayoritas muslim. Saat menjadi tuan rumah World Islamic Economic Forum (WIEF) 2013, Perdana Menteri David Cameron bahkan mendeklarasikan tujuan Inggris sebagai pusat ekonomi Islam diluar negara mayoritas muslim.

Bidang Hubungan Luar Negeri PP KAMMI bersama ASEAN Young Leaders Forum (AYLF) Indonesia merespon isu menarik ini dengan menyelenggarakan Diskusi Online baru-baru ini. Yakni dengan mengangkat tema ‘Kebangkitan Ekonomi Islam di Inggris’.

Dalam keterangan tertulisnya, Kamis (8/6), diskusi menghadirkan Kandidat M.Sc Durham University – United Kingdom Lathifa Hapsari dan dipandu Bidang Hubungan Luar Negeri PP KAMMI
Afif Pratama Putra.

“Secara historis invasi Inggris ke Pakistan, India dan Bangladesh berakibat masuknya banyak muslim ke Inggris. Banyaknya warga muslim ini kemudian meningkatkan permintaan terhadap ekonomi syariah, sehingga berdampak pula pada pertumbuhan industri yang signifikan. Bank Al-Baraka mengawali geliat ekonomi Islam di Inggris pada tahun 1983,” kata Lathifa.

“Yang menjadi pemicu utama melesatnya ekonomi Islam di Inggris adalah pernyataan Perdana Menteri David Cameron tahun 2013 silam. Fenomena ini terjadi atas dasar aturan negara, dimana Inggris memperhatikan kesetaraan dan secara konsisten mempromosikannya. Pemerintah menegaskan bahwa tidak ada seorangpun yang tidak dapat mengakses layanan keuangan hanya karena iman mereka,” sambungnya.

Alumnus Universitas Brawjiaya itu menjelaskan, ada satu hal yang membuat ekonomi Islam menarik banyak peminat, terutama di bidang investasi. Dalam perspektif investor, sukuk (instrumen seperti obligasi syariah) adalah produk yang paling menarik dari industri, nilainya bahkan lebih tinggi dari industri perbankan.

“Momentum krisis 2008 memicu percepatan Ekonomi Syariah karena investor perlu menggalang dana sekaligus menuntut keamanan dalam investasi. Produk Ekonomi Islam, berbeda dari konvensional dalam hal kepemilikan dan keterkaitannya dengan sektor ekonomi riil,” urainya.

Pada krisis 2008, lanjut Lathifa, banyak instrumen konvensional hanyalah kertas tanpa didukung aset, saat pasar terguncang, investor dirugikan karena kehilangan kekayaan mereka. Hal ini melanggar Maqashid Syariah berupa penjagaan harta.

Ditambahkan, Ekonomi Islam sangat luas dan memiliki beberapa hal yang jauh berbeda dan tak mampu diadopsi barat. Kontribusi perbankan di banyak sisi terhadap keuangan syariah memang menarik dan mudah dikenali oleh pasar. Alih-alih hanya berbicara soal itu, Islam memiliki instrumen yang sangat berbeda yang hanya dimiliki oleh Islam bahkan tidak mampu diduplikasi oleh peradaban barat.

“Wakaf dan zakat sangat penting untuk mencapai pemasukan finansial, untuk menyediakan dana, akses, penjangkauan, dan keberlanjutan. Tugas kita yakni membuat instrumen ini memainkan peran vitalnya,” pungkas Lathifa.

Artikel ini ditulis oleh: