Jayapura, Aktual.com – KPU Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, tengah mengklarifikasi rekomendasi Panwas setempat tentang pemungutan suara ulang (PSU) di 236 TPS pada 17 distrik, akibat keterlibatan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) ilegal dalam pilkada serentak 15 Februari 2017.

Ketua KPU Kabupaten Jayapura Lidia M Mokay, mengatakan klarifikasi itu perlu dilakukan agar bisa mengetahui secara detail panitia pemungutan suara (PPS) dan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) mana saja yang diduga ilegal dan tidak sesuai surat keputusan (SK) KPU.

“Klarifikasi itu untuk menjawab rekomendasi Panwas Kabupaten Jayapura, bahwa ada 236 TPS yang bermasalah terkait dengan anggota KPPS yang tidak sesuai dengan SK KPU. Kita ingin cari tahu benar atau tidak,” ujarnya di Jayapura, Papua, Selasa (28/2).

Klarifikasi itu diwujudkan dalam bentuk pertemuan koordinasi KPU Kabupaten Jayapura, dengan panitia pemungutan suara (PPS) dan KPPS serta pihak terkait lainnya di Hotel Sentani Indah, pada Senin (27/2).

Gakkumdu dan Panwas Kabupaten Jayapura, kata dia, sebelumnya telah melakukan penggeledahan dan penyitaan sejumlah dokumen-dokumen penting di kantor KPU sebelum pleno rekapitulasi penghitungan suara pada 24 Februari lalu.

Rekomendasi untuk digelar PSU di 236 TPS yang tersebar di 17 distrik mengemuka karena diduga kuat adanya KPPS yang tidak sesuai dengan SK KPU saat pencoblosan pada 15 Februari lalu.

“Ini menyangkut pidana juga, karena seseorang (anggota KPPS) berkerja tanpa dasar lalu menerima honor maka ini berbahaya. Tadi saat klarifikasi terungkap bahwa pada H-2, H-1 ada yang masuk sebagai saksi pasangan calon, ada yang masuk jadi Panwas, ada yang sakit dan alasan lainnya,” katanya.

Sementara KPU, kata dia, bekerja berdasarkan aturan dan SK yang dibuat, begitu juga perangkat yang ada dibawahnya, seperti PPD, PPS dan KPPS.

“Sehingga jika ada pergantian nama di tingkat KPPS, seharusnya PPD dan PPS segera buat SK atau menyampaikan kepada kami, KPU sebagai penyelenggara tertinggi, dan itu harus dibuat SK, agar bisa bekerja berdasarkan hukum. Kalau tidak, siapa yang bertanggungjawab, apalagi nanti menerima honor dari negara, ini bisa di pidana,” katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa dugaan adanya KPPS ilegal memang terbukti karena ada perubahan nama-nama KPPS tanpa SK dan sepengatahuan KPU.

“Memang ada pergantian KPPS dan alasan-alasan itu saya bilang itu kesalahan, kenapa tidak dituangkan ke SK. Dan ini hampir semua ilegal,” katanya.

Bahkan, kata dia, sebagai Ketua KPU menemukan hal itu di Kelurahan Hinekombe, Distrik Sentani pada H-1 pencoblosan, dimana ada TPS yang sudah berubah tempat, ada PPS yang diganti.

“Saya dilaporkan langsung oleh seorang PPS bahwa namanya diganti, ditulis atas nama Yan Hanuebi, saya langsung cek dan terungkap bahwa hal ini dilakukan oleh Kepala Kelurahan Hinekombe. Saya katakan kepada pak lurah mengapa berani sekali menggganti, atas dasar apa dilakukan hal ini. Kalau PPD yang undang tidak masalah,” katanya.

Selain itu, kata dia, bentuk dugaan kecurangan juga sudah tercium jelang sehari pencoblosan yakni adanya TPS yang dipindahkan ke salah satu rumah tim sukses kandidat tertentu.

“Ini juga saya sampaukan atas dasar apa di pindah-pindah tanpa koordinasi, TPS ini ditemui mulai dari Jalan Kuburan hingga ke Lampu Merah. Bukan disitu saja, ada di kelurahan Dobonsolo dan Sentani Kota. Bahkan ada oknum kepala distrik hadir dan undang KPPS kami, ini maksudnya apa? Kami kerja tidak ada hubungan dengan pemerintah, kami menduga ada oknum pasangan calon yang sengaja buat ini,” kata Lidia.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: