Jakarta, Aktual.co — Komisi Pemberantasan Korupsi meyakini ada campur tangan dua anak perusahaan Pertamina, Pertamina Hulu Energy-West Madura Offshore dan Pertamina EP, dalam kasus suap jual beli gas di Bangkalan, Madura, Jawa Timur.
Lembaga yang dikomandoi oleh Abraham Samad itu menemukan hal tersebut dari hasil kajian dilakukan setalah menangkap tangan Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron beserta ajudannya, Abdur Rouf, dan Direktur PT Media Karya Sentosa Antonio Bambang Djatmiko serta ajudannya, Kopral Satu Darmono.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menyebut, dari hasil kajian kasus Bangkalan itu ditemukan lima titik patut ditelusuri atau berpotensi terjadi penyimpangan mulai dari sisi eksplorasi dilakukan Pertamina Hulu Energi-WMO hingga distribusi digarap Pertamina EP.
“Ada problem sistem di situ. Satu dari yang melakukan eksplorasi. Apakah ada korporasi yang terlibat, dan itu (gas) disalurkan ke mana?” kata Bambang kepada awak media selepas jumpa pers akhir tahun, Senin (29/12).
Di sektor pengambilan gas, Bambang menyebutkan penuh dengan praktik penyimpangan. Sebab bisa terjadi volume gas diambil tidak pernah sama dengan yang dicatat. Sehingga akibatnya ada penerimaan negara yang hilang.
Potensi korupsi selanjutnya disebut Bambang adalah saat pengiriman material minyak dan gas bumi dari kilang ke pembeli. Dalam proses itu menurut dia juga sarat dengan praktik korupsi, karena bisa terjadi permainan tidak seluruh minyak atau gas diserahkan kepada pembeli yang bisa dijual lagi di pasar gelap.
“Ketika dibawa kapal menuju titik yang akan diserahterimakan, di sini juga bisa menjadi masalah. Kalau kemudian jumlah tonasenya tidak jelas, yang diambil berapa, yang diserahkan berapa. Itu ada persoalan-persoalan IT, supervisi, macam-macam sampai di tingkat hilir.”
Kemudian, masalah selanjutnya kata Bambang, soal adanya praktik setoran upeti dilakukan kepala daerah sebagai penguasa setempat. Menurut dia, praktik itu dilakukan oleh Fuad Amin dengan cara meminta jatah kepada perusahaan melakukan aktivitas eksplorasi dan jual beli potensi migas di daerahnya.
Bambang mengatakan, kongkalikong selanjutnya adalah soal bagi hasil eksplorasi kepada pemerintah daerah setempat melalui kedok Badan Usaha Milik Daerah abal-abal. Hal itu dilakukan supaya persyaratan kontrak diatur pemerintah pusat supaya dalam praktik jual beli terlihat melibatkan peran pemerintah setempat dan hasilnya digunakan bagi kemaslahatan rakyat, meski kenyataannya tidak.
“Itu semuanya yang menjadi potensi masalah.”
Bambang juga menyebut satu celah lagi rawan dipermainkan oleh mafia migas adalah soal aturan diterbitkan oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Dia mengatakan, ketentuan dihasilkan SKK Migas masih berpotensi besar merugikan negara dari sektor migas.
“Kami minta supaya itu ditinjau lagi. Karena semua bisa jadi potensi (korupsi) dari daerah yang mempunyai atau sedang dieksplorasi sumber daya alamnya,” kata Bambang.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu