Musa Zainuddin (istimewa)
Musa Zainuddin (istimewa)

Jakarta, Aktual.com-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata memeriksa anggota Komisi V DPR RI, Musa Zainuddin pada Rabu (24/8). Pemeriksaan politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu terkait kasus dugaan suap penyaluran program aspirasi anggota Komisi V.

Saat dikonfirmasi pemeriksaan Musa, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha pun membenarkan. Kata dia, dalam pemeriksaan tersebut penyidik mencecar seputar pertemuan Musa dengan Kepala BPJN IX, Amran Mustary.

Selain itu, sambung dia, politikus asal Lampung juga ditanya soal peristiwa yang berkaitan dengan pemberian uang dari kontraktor bernama So Kok Seng alias Aseng.

“Ada beberapa yang dikonfirmasi. Pada proses pembahasan, maupun pertemuan-pertemuan. Termasuk peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan itu (dugaan suap ke Musa),” ungkap Priharsa saat dikonfirmasi, Jumat (26/8).

Dalam kesempatan ini, Priharsa pun tak menampik bahwa penyidik tengah berupaya untuk menyusun konstruksi dugaan suap yang disinyalir diterima Musa.

“Jadi KPK sedang mencari bukti yang berkesesuaian dengan info-info yang telah ada,” jelasnya.

Seperti diketahui, dalam surat dakwaan milik Abdul Khoir, terdakwa kasus penyaluran program aspirasi anggota Komisi V DPR, dijabarkan mengenai pemberian uang ke Musa.

Dugaan suap itu berawal dari pertemuan Musa dan anggota DPR yang juga berasal dari fraksi PKB, Mohamad Toha, di Senayan City, Jakarta, medio September 2015. Dimana, dalam pertemuan itu Toha mengalihkan program aspirasinya senilai kurang dari Rp250 miliar kepada Musa.

Usai pertemuan itu, Musa kemudian bersua dengan Amran. Kala itu, di Hotel Ambhara, Jakarta, Amran juga ditemani Abdul Khoir. Dalam pertemuan tersebut, Musa menyetujui untuk memberikan proyek yang berasal program aspirasinya kepada Aseng.

Atas persetujuan itu, Musa akan mendapatkan ‘fee’ sebesar 8 persen dari nilai proyek Rp104 miliar. Jika dikonversi ‘fee’ Musa bernilai Rp8 miliar.

Adapun proyek yang berasal dari program aspirasinya sebagai berikut:

1. Proyek pembangunan Jalan Piru-Waisala senilai Rp50,440 miliar
2. Proyek pembangunan Jalan Taniwel-Saleman Rp54,32 miliar

Nah, rincian ‘fee’ untuk Musa yakni, dari proyek pertama adalah 8 persen atau sejumlah Rp3,520 miliar. Dari proyek kedua juga 8 persen atau sebesar Rp4,480 miliar.

Tanpa bertele-tele, masih merujuk pada dakwaan Abdul Khoir, pada 16 November 2015 terjadilah penyerah ‘fee’ untuk Musa, namun lewat seorang perantara bernama Jailani, yang tak lain adalah staf anggota Komisi V, Yasti Mokoagow.

Berikut tahapannya:

1. Pemberian tahap pertama pada 16 November 2015. Melalui Erwantoro, staf Abdul Khoir kepada Jailani di parkiran Blok M Square, Melawai, Jakarta Selatan, dimasukkan ke dalam tas ransel warna hitam sebesar Rp2,8 miliar dan 103.780 Dollar Singapura

2. Pemberian tahap kedua juga melalui Erwantoro kepada Jailani yang selanjutnya diteruskan kepada Musa. Bertempat di parkiran kantor PT Windhu Tunggal Utama, Jakarta Selatan sebesar Rp2 miliar dan 103.509 Dollar Singapura

3. Pemberian ketiga, Erwantoro dan Jailani kembali jadi aktor penting. Uang Rp1,2 miliar dalam satuan Dollar Singapura yang dikemas di dalam amplop warna coklat dan diserahkan kepada Jailani di Food Hall Mall Senayan City.

Artikel ini ditulis oleh: