Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) melakukan aksi menolak reklamasi teluk Jakarta di depan gedung KPK, Jakarta, Jumat (7/10/2016). Dalam aksinya Kammi meminta KPK untuk tidak takut menuntaskan kasus suap Reklamasi dan mendesak KPK untuk segera menetapka tersangka Sunny, Aguan dan Richard yang sangat jelas keterlibatannya dalam kasus suap Reklamasi Teluk Jakarta.

Jakarta, Aktual.com – Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, mengakui adanya kesulitan yang menghadang KPK dalam mengembangkan kasus suap Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Sejak kasus suap pembahasan raperda tentang reklamasi Pantura Jakarta itu terungkap, KPK memang baru menjerat 3 orang sebagai tersangka. Namun sampai saat ini, belum ada lagi pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.

Padahal, dalam persidangan Ariesman Widjaja selaku Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land dan persidangan Mohamad Sanusi selaku Ketua Komisi D DPRD DKI, terungkap adanya kesepakatan ‘fee’ antara Sugianto Kusuma alias Aguan dengan pimpinan DPRD DKI. Diketahui, Ariesman dan Sanusi merupakan pihak yang terbelit kasus suap raperda reklamasi.

Bahkan, dalam persidangan Ariesman dan Sanusi juga diputar rekaman pembicaraan antara Aguan, Ketua DPRD DKI, Prasetio Edi Marsudi dan Wakil Ketua DPRD DKI, M Taufik. Dimana, dalam pembicaraan tersebut Aguan ikut ‘cawe-cawe’ soal pembahasan raperda. Ia seolah memesan agar satu pasal tentang tambahan kontribusi pengembang reklamasi tidak merugikan perusahaannya.

Soal kesepakatan ‘fee’ dari Aguan dengan Prasetio dan Taufik mulanya terungkap saat anak buah Aguan, Direktur Utama PT Kapuk Naga Indah, Budi Nurwono diperiksa penyidik KPK. Ia mengakui bahwa adanya suatu pertemuan antara Aguan, Prasetio dan Taufik yang menyepakati ‘fee’ Rp 50 miliar.

Rekaman pembicaraan dan kesaksian Budi Nurwono itu tentunya dapat digunakan oleh pihak KPK untuk menjerat Aguan, bahkan Prasetio dan Taufik. Pihak KPK pun tak menampik adanya peluang itu.

Meski demikian, menurut Juru Bicara KPK, tentu tak mudah menjerat Aguan, Prasetio dan Taufik, meskipun penyidik telah mengantongi beberapa bukti. Kata dia, bukti-bukti yang telah didapat harus memiliki kesesuaian satu sama lain.

“Memang untuk mentersangkakan seseorang harus ada 2 bukti permulaan yang cukup. Tapi bukan sekadar 2 alat bukti. Tapi juga harus ada relasi antara bukti tersebut,” kata Febri, saat jumpa pers di Gedung KPK, ditulis Jumat (17/2).

KPK sedari awal memberi predikat bahwa kasus suap raperda reklamasi Pantura Jakarta merupakan ‘grand corruption’. Karena itu, sambung Febri, pihaknya belum menutup peluang untuk membuka penyelidikan baru, dan mentersangkakan Aguan, Prasetio dan Taufik.

“Jika memang ketentuan tersebut sudah terpenuhi, bukan tak mungkin penyelidikan akan dilakukan,” pungkasnya.

Laporan: M Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby