Hakim Tunggal Cepi Iskandar memimpin sidang Praperadilan Ketua DPR RI Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera, Jakarta Selatan, Selasa (12/9). Sidang Praperdilan ini digelar karena Setnov tidak terima ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (KTP-el) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sidang ditunda karena pihak KPK belum siap dengan administrasi sidang, yang akan berlangsung pada Rabu (20/9). AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjawab secara lugas seluruh permohonan yang diajukan oleh tim penasehat Setya Novanto pada sidang lanjutan praperadilan yang digelar Jumat (22/9) di Jakarta.

Menurut Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah KPK telah menjawab sejumlah poin pada permohonan praperadilan yang diajukan tim penasehat hukum Setya Novanto masuk dalam objek penyidikan sehingga tidak bisa dibuka pada sidang praperadilan tersebut. Selain itu, ada poin lain yang seharusnya diperiksa di peradilan lainnya.

“Bisa kita sebut kalau poin-poin itu keliru jika diajukan ke praperadilan. Sebagai contoh menilai sah tidaknya keputusan pengangkatan penyidik, yang sebenarnya itu masuk wilayahnya PTUN. KPK juga ingatkan lagi, putusan MK sudah cukup jelas bahwa KPK bisa mengangkat penyidik sendiri,” jelas Febri di Jakarta, , Jumat (22/9).

Putusan MK, beber Febri juga sudah sangat jelas menyebut jika penghitungan kerugian negara bisa dihitung tidak hanya oleh satu institusi. Tapi juga bisa melalui BPKP sepanjang masih dalam kebutuhan proses pembuktian.

“Kami masih lakukan proses di sana dan ada peraturan MA bahwa praperadilan juga tidak boleh masuk dalam pokok perkara jadi sifatnya formil. Sementara dalam permohonan ada yang kami pandang itu masuknya pada pokok perkara. Secara hukum dan substansi, kami yakin hakim bisa memahami,” sambung dia.

Pada sidang perdana praperadilan yang digelar Rabu (20/9), penasehat hukum Novanto mengajukan sejumlah dalil dengan menguraikan bahwa Pada 17 juli 2017, termohon (KPK) mengadakan Temu Media dan di hadapan Media mengemukakan pemohon (Setya Novanto) telah ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi dalam pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (ktp elektronik) 2011-2012 pada Kemendagri yang dilakukan bersama-sama Andi Agustinus, Irman selaku Dirjen Dukcapil, serta Sugiharto Pejabat Pembuat Komitmen Kemendagri dan kawan-kawan berdasarkan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 UU Tipikor jo 55 ayat 1 KUHP berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) berisi penetapan pemohon sebagai berdasarkan Surat Perintah Penyidikan 56/01/07/2017, 17 juli 2017.

“Pemohon baru menerima SPDP pada 18 Juli 2017 pukul 19.00 WIB sehingga dengan demikian jelas penetapan pemohon sebagai tersangka oleh termohon dilakukan tanpa terlebih dahulu memeriksa saksi-saksi dan alat bukti lainnya sebagaimana ditentukan Pasal 184 KUHAP dengan kata lain termohon menetapkan pemohon sebagai tersangka tanpa melalui proses penyidikan,” sebut kuasa hukum Novanto.

Pada SPDP tersebut juga disebutkan pemohon diduga melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 2 ayat 1 subsider Passal 3 UU Tipikor 55 KUHP. Pemohon dengan tegas menolak penetapan tersangka yang dikeluarkan oleh termohon terhadap diri pemohon karena belum ada dua alat bukti yang sah yang diperoleh dari proses penyidikan yang sah.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs