Juru Bicara KPK, Febri Diansyah (istimewa)

Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua saksi dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan dua tersangka, yaitu Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) yang merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, dan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih (EMS).

“Hari ini, dijadwalkan pemeriksaan terhadap dua saksi untuk tersangka EMS dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, di Jakarta, Kamis (16/8).

Dua saksi itu adalah Kepala Divisi Batu Bara PT PLN Harlen dan Kepala Divisi Pengembangan Regional Sulawesi PT PLN Suwarno.

Dalam penyidikan kasus itu, KPK tengah mengkonfirmasi terhadap para saksi yang dipanggil terkait pertemuan-pertemuan pembahasan proyek pembangunan PLTU Riau-1. KPK telah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu, yaitu uang sejumlah Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut. Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari komitmen “fee” 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari Johannes kepada Eni dengan nilai total setidak-tidaknya Rp4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, dan 8 Juni 2018 Rp300 juta.

Diduga uang diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih melalui staf dan keluarga.

Adapun peran Eni adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1.

Sebagai pihak yang diduga pemberi Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: