Plh. Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati (kanan) memberi keterangan pers mengenai operasi tangkap tangan di Bengkulu, di gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/5). KPK menetapkan Ketua PN Kepahiang, Bengkulu Janner Purba sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap untuk mempengaruhi putusan terkait kasus tindak pidana korupsi penyalahgunaan honor Dewan Pembina Rumah Sakit Umum Daerah Bengkulu yang sedang disidang di PN Bengkulu. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean/pd/16.

Jakarta, Aktual.com – Indonesian Corruption Watch (ICW) memintak KPK menolak permintaan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto untuk menunda penetapan tersangka bagi para calon kepala daerah yang sedang berkompetisi di Pilkada 2018.

“Permintaan Menkopolhukam tersebut harus diabaikan oleh KPK. Pada saat yang sama, ICW juga meminta KPK untuk lebih berhati-hati dalam memproses calon kepala daerah yang terindikasi korupsi dan tidak terbawa dalam arus politik. Jika memang telah memiliki dua alat bukti, segera tetapkan pelaku menjadi tersangka,” demikian siaran pers ICW yang diterima, di Jakarta, Selasa (13/3).

ICW menilai ada tiga alasan bagi KPK untuk mengabaikan dan menolak permintaan Menkopolhukan tersebut. Pertama, KPK adalah Lembaga Negara Independent yang dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bebas dari intervensi kekuasaan mana pun (Pasal 3 UU KPK). Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tidak dapat meminta untuk mempercepat, menunda atau bahkan menghentikan proses hukum yang dilakukan KPK.

Kedua, Pemerintah telah mencampuradukkan proses politik dengan proses hukum. Penyelengaraan pilkada merupakan proses politik yang tidak boleh menegasikan dan menyampingkan proses hukum. Sebab konstitusi menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Ketiga, Proses hukum oleh KPK bagian dari cara untuk menghadirkan para calon pemimpin daerah yang berkualitas dan berintegritas. Sebab mekanisme ini yang tidak dilakukan oleh partai dalam menjaring kandidat yang akan mereka usung.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Andy Abdul Hamid