Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah ke luar negeri terhadap pemilik perusahaan pertambangan PT Borneo Lumbung Energi Samin Tan, yang merupakan saksi kasus suap pembangunan PLTU Riau-1.

“Dilakukan pelarangan ke luar negeri terhadap saksi Samin Tan, swasta, selama 6 bulan ke depan,” kata Juru Bicara Febri Diansyah di Gedung KPK RI, Jakarta, Senin (17/9).

Febri menyatakan pencegahan ke luar negeri terhadap Samin untuk membantu penyidikan agar saat pihaknya membutuhkan keterangan saksi, yang bersangkutan tidak sedang berada di luar negeri.

Dalam kasus tersebut, KPK telah menetapkan tiga tersangka, antara lain, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih (EMS), Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) yang merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, dan mantan Menteri Sosial Idrus Marham (IM).

Sebelumnya, Samin sempat diperiksa KPK pada hari Kamis (13/9) sebagai saksi untuk tersangka Idrus Marham.

KPK mengklarifikasi hubungan atau kerja sama antara saksi dan tersangka dalam kasus ini serta pengetahuan saksi tentang dugaan aliran dana pada tersangka.

Idrus diduga menerima janji untuk mendapat bagian yang sama besar dari Eni sebesar 1,5 juta dolar AS yang dijanjikan Johannes bila PPA (purchase power agreement) proyek PLTU Riau-1 dilaksanakan Johannes dan kawan-kawan.

Idrus diduga bersama-sama dengan Eni yang diduga telah menerima hadiah atau janji dari Johanes, pemegang saham Blakgold Natural Resources Limited terkait dengan kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau I.

Idrus diduga mengetahui dan memiliki andil terkait dengan penerimaan uang dari Eni dari Johanes, yaitu pada bulan November s.d. Desember 2017 Eni menerima Rp4 miliar, sedangkan pada bulan Maret dan Juni 2018 Eni menerima Rp2,25 miliar.

Untuk tersangka Kotjo, KPK telah melimpahkan dari penyidikan ke tahap penuntutan atau tahap kedua.

Sidang terhadap Kotjo direncanakan dilakukan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Dalam penyidikan kasus itu, tersangka Eni juga diketahui telah mengembalikan uang Rp500 juta kepada penyidik KPK.

Selain itu, pengurus Partai Golkar juga telah mengembalikan sekitar Rp700 juta terkait dengan kasus PLTU Riau-1 tersebut.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: