Jakarta, Aktual.com – Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi Pahala Nainggolan menegaskan, masalah transparansi, inefisiensi menjadi celah pembuka peluang korupsi.

“Potensi korupsi tentu iya meskipun belum pasti korupsi. Tapi jika akuntabilitas buruk, artinya apa yang dikerjakan tidak bisa dipertanggungjawabkan,” ujar dia, Minggu (12/2).

Salah satu penyebab akuntabilitas kinerja buruk, ujar dia adalah rendahnya komitmen kepala daerah. Hal ini terjadi dibanyak daerah yang mana terbukti pejabat daerah tersangkut kasus korupsi.

“Komitmen ini yang sulit. Ini bukan hanya bicara saya berkomitmen tapi implementasinya.”

Menurut dia, rendahnya komitmen kepala daerah biasanya memiliki kepentingan lain dibanding pembangunan daerah. Salah satu adalah pemenuhan janji-janji politik saat pemilihan kepala daerah.

“Kalau tidak ada komitmen biasanya interest-nya beda. Kenapa tender diperbanyak dan tendernya mahal. Ini membuat inefisiensi. Kan mereka naik (menjadi kepala daerah) pakai sponsor dan perlu dibayar kembali.”

“Sistem belum terbangun dengan baik. Makanya kita terus dorong bangun e-katalog sehingga lebih efisien dan murah. Tidak perlu tender.”

Pembangunan sistem e-goverment juga, klaim dia dapat memperbaiki transparansi pemerintah daerah. Daerah begitu tidak saja lebih efisien, tapi juga transparan. Pasalnya dapat diakses oleh semua pihak.

“Kombinasi antara akuntabilitas dan transparansi inilah yang bisa meminimalisasi potensi korupsi. Jadi seharusnya evaluasi akuntabilitas kinerja juga harus dibarengi dengan penilaian transparansi.”

Sementara, Deputi Bidang Pengawasan Keuangan Daerah, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Dadang Kurnia mengatakan, untuk memastikan apakah korupsi dan akuntabilitas berbandinglurus masih diperlukan validasi.

Tapi, kedua hal tersebut saling berhubungan. “Menurut saya, semakin baik kualitas akuntabilitasnya maka potensi korupsi akan semakin menurun.”

Dia pun berpendapat bahwa penilaian akuntabilitas dapat menjadi salah satu upaya pemberantasan korupsi. Pasalnya, penilaian ini bisa dijadikan upaya pencegahan korupsi.

Berdasarkan data penelitian akuntabilitas kinerja yang dilakukan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, masih banyak daeah yang mendapatkan nilai di bawah 70 atau kategori C.

Bahkan, sedikit sekali daerah yang mendapatkan nilai A. Di tingkat provinsi hanya 3 provinsi mendapat nilai A, 7 provinsi mendapat nilai BB, 12 provinsi mendapat nilai B, dan 10 provinsi mendapat nilai CC, serta 2 provinsi mendapat nilai C.

Di tingkat pemerintah kabupaten/kota hanya 2 kabupaten/kota mendapatkan nilai A. Sementara 10 kabupaten/kota mendapatkan nilai BB, 57 kabupaten/kota mendapatkan nilai B, 199 mendapatkan nilai CC. Sementara yang mendapatkan nilai C sebanyak 193 kabupaten/kota dan nilai D diperoleh 14 kabupaten/kota.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu