Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani (kanan) dan Staf Pemantau Pelanggaran Hak Sipil dan Politik KontraS Satrio Wirataru (kiri) memberikan keterangan pers di Kantor KontraS, Jakarta, Senin (16/5). KontraS menyatakan putusan sidang etik terhadap dua anggota Densus 88 Polri dalam kasus tewasnya seorang warga Klaten bernama Siyono pada 10 Maret 2016 lalu tidak memenuhi rasa keadilan bagi keluarga korban mengingat proses persidangan etik dilakukan tertutup dan tidak dapat diakses oleh publik. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/ama/16.

Jakarta, Aktual.com – Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yati Andriyani mengatakan negara jangan sampai membiarkan terjadinya berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia disejumlah daerah.

“Gerakan HAM saat ini menghadapi tantangan lebih sulit, karena negara masih terus permisif terhadap pelaku pelanggaran HAM,” kata Yati Andriyani dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa (14/3).

Menurut Yati, indikasi dari permisif itu dapat ditunjukkan antara lain dari hanya merespons pelanggaran HAM secara artifikasi dan pasif demi keuntungan populisme semata.

Dia menegaskan jangan sampai pemerintah dibangun oleh kompromi dan kolusi dengan para pelanggar HAM atas nama konsolidasi politik yang semu, tujuan politik pragmatis, dan tujuan pembangunan perekonomian yang meminggirkan hak-hak rakyat.

“Kondisi tersebut membuat pelanggaran HAM terus terjadi, termasuk model pelanggaran HAM yang terpolarisasi, seperti makin menguatnya korporasi, pemerintah daerah, dan aktor-aktor sipil yang antidemokrasi,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh: