Komnas HAM merekomendasikan pemerintah Indonesia? untuk memastikan PT FI menyelesaikan ganti rugi tanah masyarakat suku Amungme dan mendorong adanya kepastian jaminan agar masyarakat adat suku Amungme mendapatkan saham PT Freeport Indonesia. AKTUAL/Munzir
Komisioner Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai (tengah) memberi keterangan pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta (24/2/2017). Komnas HAM merekomendasikan pemerintah Indonesia? untuk memastikan PT FI menyelesaikan ganti rugi tanah masyarakat suku Amungme dan mendorong adanya kepastian jaminan agar masyarakat adat suku Amungme mendapatkan saham PT Freeport Indonesia. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menganggap penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, terlalu berlebihan. Penerbitan Perppu ini dianggap tidak perlu karena negara tidak dalam kondisi genting.

Salah satu Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, Perppu 2/2017 tidak memenuhi salah satu syarat yang ditentukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), yaitu tentang kondisi genting atau darurat.

“(Perppu) boleh hadir saat negara dalam keadaan darurat, harus status emergency yang dinyatakan oleh kepala negara, pernyataan resmi selesai baru mengeluarkan perpu pengganti uu,” kata Pigai usai menemui perwakilan Presidium Alumni 212 di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (15/7) siang.

Selain itu, Pigai juga menyatakan penolakannya terhadap penerbitan Perppu tersebut. Menurut Pigai, Perppu 2/2017 berpotensi dijadikan alat untuk memberangus organisasi yang bertentangan dengan pemerintah.

“Komnas HAM sangat menolak Perppu, ini pernyataan. Semua lain akan diproses,” lanjut dia.

Perppu 2/2017, lanjutnya, terkesan sangat politis, alih-alih diterbitkan dengan semangat penegakkan hukum. Karenanya, ia pun mendukung penuh jika terdapat ormas yang berencana mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby