Penjual Kartu Perdana di pusat Perbelanjaan Selular di Jakarta Timur, Jumat (3/11/2017).Pemerintah mewajibkan registrasi ulang kartu prabayar sesuai KTP elektronik atau Kartu Keluarga, pelanggan yang tidak melakukan registrasi ulang nomornya akan di blokir jika melibihi batas waktu yang ditentukan. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi, meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika mengkaji kembali dampak dari aturan registrasi kartu prabayar, khususnya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 14 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 12 Tahun 2016 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi.

“Saya meminta Menteri Kominfo Rudiantara untuk mengkaji kembali dampak dari aturan registrasi tersebut terhadap pelaku bisnis outlet, sehingga bisa ‘win-win solution’,” kata Bobby di Jakarta, Senin (9/4).

Dia menjelaskan, di satu pihak, negara perlu menjaga data pengguna pribadi dalam konteks registrasi tersebut.

Di sisi lain menurut dia, pihak operator juga bisa bersinergi dengan pelaku bisnis outlet agar jangan sampai menimbulkan kerugian atas investasi bisnis yang termasuk padat karya tersebut.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kesatuan Niaga Cellular Indonesia (KNCI), Abas dengan tegas menolak Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 14 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 12 Tahun 2016 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi.

Abas menilai, dalam aturan tersebut, salah satu aturan yang mengejutkan pedagang seluler adalah ketentuan satu Nomor Induk Kependudukan (NIK) hanya boleh untuk registrasi tiga nomor saja.

“Kartu perdana prabayar sudah jadi komoditas utama dlm pasar seluler yang memiliki nilai jual lebih ketimbang pulsa, sedangkan outlet merupakan bagian paling menentukan dari ekosistem pasar seluler sejak awal hingga kini di Indonesia,” ujar Abas. Karena itu dia menilai aturan yang membatasi registrasi mandiri, sehingga tentu saja sangat merugikan outlet, dimana terdapat lebih dari lima juta jiwa warga masyarakat Indonesia yang bergantung dari outlet.

Abas mengatakan akan mengawal janji Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Ditjen PPI) mengenai sistem registrasi untuk outlet, maksimal akhir bulan ini.

“Sistem registrasi untuk outlet ini wajib berkesinambungan dan tidak ada ketentuan dicabut sewaktu-waktu,” katanya.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: