Menkeu Sri Mulyanai saat rilis stabilitas keuangan Indonesia di Jakarta, Jumat (3/2). Pembahasan tersebut diikuti oleh Kemenkeu, OJK, Bank Indonesia, dan LPS ini memandang stabilitas keuangan nasional dari berbagai aspek. AKTUAL/Tino Oktaviano
Menkeu Sri Mulyanai saat rilis stabilitas keuangan Indonesia di Jakarta, Jumat (3/2). Pembahasan tersebut diikuti oleh Kemenkeu, OJK, Bank Indonesia, dan LPS ini memandang stabilitas keuangan nasional dari berbagai aspek. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan latar belakang penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 untuk menyempurnakan regulasi sebelumnya terkait pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni pada PP Nomor 44 Tahun 2005.

“PP 44 Tahun 2005 mengenai Tata Cara dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan PT mengatur beberapa hal yang disempurnakan di PP 72 Tahun 2016. Jadi PP 72 tidak mengganti, tidak mensubstitusi, tapi menyempurnakan,” kata Menteri Sri Mulyani pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR di Kompleks Gedung MPR/DPR Jakarta, Rabu (8/2).

Sri mengatakan seluruh pasal dalam PP 44 Tahun 2005 tetap berlaku dan tidak mengalami perubahan di PP Nomor 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.

Ia menjelaskan ada dua landasan hukum yang menjadi induk dari penyusunan PP 72 Tahun 2016, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN yang kemudian diturunkan menjadi PP 44/2005.

Penyempurnaan aturan di PP 72/2016 menegaskan bahwa sumber penyertaan modal berupa saham milik negara pada BUMN dan PT.

Selain itu, pengalihan (inbreng) saham BUMN dalam rangka pembentukan holding BUMN tidak lagi melalui mekanisme APBN karena mekanisme tersebut sudah dilakukan saat pembentukan sehingga status kekayaan negara dipisahkan.

Sri juga menjelaskan PP 72/2016 menegaskan hak DPR untuk mengawasi badan usaha negara tidak dihilangkan karena pemerintah tetap meminta persetujuan jika anak perusahaan eks BUMN akan dijual.

Pemerintah pun tetap memiliki kontrol terhadap anak perusahaan eks BUMN melalui saham dwiwarna (kepemilikan satu saham) dan BUMN induk wajib memiliki mayoritas saham lebih dari 50 persen.

Dalam RDP tersebut, Sri Mulyani hadir didampingi Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, Deputi Menteri BUMN Bidang Usaha Pertambangan Industri Strategis dan Media Fajar Harry Sampurno beserta jajarannya.

Ada pun kehadiran Menteri Sri Mulyani untuk menggantikan Menteri BUMN Rini Soemarno berdasarkan Surat Presiden RI Nomor: R-39/Pres/06/2016.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Arbie Marwan