Jakarta, Aktual.com-Ketua LSM Fakta Anhar Nasution menyebut jika Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang kini dikomandani oleh Sofyan Djalin sebelum menjadi kementerian merupakan badan yang bersifat Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang memiiki tugas lebih kepada sebuah lembaga Pencatat dan Administrasi Pertanahan, jika kemudian badan tersebut menemukan sengketa itupun hanya sebagai sengketa pertanahan.

Selagi masih bisa diselesaikan secara administrasi ya lembaga ini bisa menyelesaikannya namun jika sudah masuk ke ranah hukum maka pengadilanlah tempat solusinya. Praktis kita bisa tangkap jika lembaga ini sudah berpuluh-puluh tahun mengerjakan pekerjaan rutin dan biasa dilakukan karyawan, staf dan pimpinannya. Sudah tentu mereka berasal dari kalangan profesional dibidangnya.

Dimasa kepemimpinan Joyo Winoto, saat menjalankan tugasnya, Joyo hanya dibantu oleh staf khusus yang berjumlah tiga orang saja yang berasal dari luar lembaga. Selebihnya Joyo lebih memanfaatkan dan memberdayakan para deputi dan direktur yang membawahi bidang-bidang yang ada pada lembaga tersebut.

Begitu pula di era kepemimpinan Hendarman Soepandi, ada tiga orang yang dijadikan staf khususnya, mereka berasal dari  orang dalam yang sudah pensiun dengan pengetahuan dan kemampuannya teruji dibidangnya.

Pemandangan berbeda terjadi di era Sofyan Djalil, seperti diketahui saat dirinya mengepalai Kementerian ATR/BPN,  Sofyan tak tanggung-tanggung membawa satu gerbong staf ahli, staf khusus dan tenaga ahli jika semuanya ditotal ada 16 orang yang diboyong Sofyan, akibatnya tentu saja hal ini menjadi  sesuatu yang membebani keuangan negara, mengingat mereka bekerja secara khusus  dibiayai oleh APBN yang notabenenya  uang  rakyat.

Padahal sesuai Perpres No. 7 Tahun 2015 Tentang Organisasi Kementerian Negara,  diuraikan jika menteri dapat menunjuk tiga orang staf ahli yang masih aktif dan mengangkat  staf khusus paling banyak tiga orang yang berasal dari Non PNS. Sedangkan tenaga ahli yang tidak diatur jumlahnya oleh peraturan tersebut.

Yang ingin saya katakan, sesuai dengan hasil temuan LSM Fakta tiga orang staf ahli  itu berasal dari luar lembaga dan tiga orang staf khusus Sofyan juga bukan dari dalam lembaga, begitu juga dengan tenaga ahli yang diangkat Sofyan hanya satu orang yang berasal dari Kementerian ATR/BPN itu sendiri.

Kemudian timbul pertanyaan, keahlian apa yang dimiliki mereka ? Jika kemudian kita kaitkan dengan Program Andalan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mempercepat penyelesaian penerbitan Sertifikat Tanah yang akan dibagikan untuk rakyat  atau yang dikenal dengan singkatan  PTSL itu.

Sedangkan sepanjang pengetahuan dan pengamatan kami, tidak ada satupun dari mereka yang berperan aktif dalam kegiatan tersebut karena  sebagai pelaksanaan PTSL itu mutlak kerja-kerja rutin yang selama ini sudah terbiasa dikerjakan para staf di tingkat operasional, kalaupun ada percepatan menjadi tanggung jawab penuh para direktur dan jika perlu tingkat dirjen yang memang sudah menjadi kewajiban dan tanggung -jawab mereka.

Berdasarkan pengamatan LSM Fakta jelaslah jika Sofyan Djalil sebagai Menteri ATR/BPN RI adalah orang yang tidak mampu menjalankan dan menahkodai lembaga ini dengan membawa serombongan pembantu-pembantu yang Non Struktural dan Non PNS jelas tergambar bahwa Sofyan dinilai tak mampu memanfaatkan dan mengendalikan fungsi serta peran para dirjen yang berjumlah tujuh dirjen, dimana eselon 1 dan masing-masing dirjen membawahi tiga direktur eselon 2 dan pimpinan-pimpinan  lainnya yang bersifat struktural melekat pada kementrian Ini.

Sementara berdasarkan informasi yang kami peroleh dari sumber yang dapat dipercaya, dua sampai tiga orang dari mereka tidak diperpanjang masa kontraknya.

LSM Fakta juga menyoroti keberadaan salah seorang Tenaga Ahli Menteri Sofyan Djalil, bernama Lin Che Wei. Pria kelahiran Bandung 49 tahun lalu itu selain menjabat sebagai Policy Advisor Menteri PPN/Bappenas dan policy advisor Menko Perekonomian Darmin Nasution.

Lho kok bisa? Jika hal ini benar adanya, sosok Lin Che Wei bak manusia super. Kalau lah betul beliau menjabat sebagai tenaga ahli di dua kementerian dan mendapat dua kali gaji dilembaga pemerintah tersebut, hal ini sebagai bentuk pelanggaran administrasi, dan hal tersebut juga bisa disebut terindikasi sebagai bentuk korupsi.

Bahkan Lin Che Wei sendiri dikabarkan tidak pernah berkantor lagi di Kementerian Sofyan Djalil selama dua tahun belakangan ini, tetapi yang menjadi pertanyaan dia tetap menerima gaji sebesar Rp 15.000.000, 00 per bulannya dan fasilitas lainnya. Padahal sesuai aturan Lin Che Wei harus hadir di Kementerian ATR/BPN setiap harinya sebagai tenaga ahli. Ketidakhadirannya bisa di buktikan melalui mesin absen dengan sidik jari yang ada di kementerian tersebut.

Nama Lin Che Wei adalah sosok kontroversial dan kabarnya juga tak disukai sejumlah kalangan karena sepak terjangnya yang kerap memposisikan dirinya sebagai menteri bukan sebagai tenaga ahli. Bahkan saat dirinya menjabat sebagai staf khusus diera Menteri Negara BUMN, Sugiharto, dirinya berani langsung memanggil direksi di bawah Kementerian BUMN untuk dimintai keterangan langsung oleh dirinya. Sungguh luar biasa orang ini.

Sebagai rakyat yang taat membayar pajak, sebagai kelompok elemen masyarakat yang tergabung pada LSM Fakta, kami mendesak agar Presiden Joko Widodo sebagai atasan Menteri Sofyan Djalil segera mengambil langkah-langkah dan tindakan tegas tanpa harus menunggu berakhirnya tahun 2018 yang mana target yang dibebankan kepada Menteri Sofyan pada tahun 2018 ada 7 juta sertifikat tanah yang akan diserahkan pada rakyat.

Kami juga mendesak kepada Presiden untuk menginstruksikan kepada Menteri Sofyan Djalil untuk segera membenahi kementerian yang dipimpinnya, sekaligus memberi klarikasi soal rangkap jabatan sebagai tenaga ahli dari Lin Che Wei.

Desakan ini kami ajukan karena dengan pertimbangan kami sangat yakin target ini tidak bisa akan pernah terwujud, mengingat target dan capaian di tahun 2017. Yang diumumkan Menko Perkonomian Darmin Nasution telah selesai 5 juta sertifikat itu disinyalir sebagai berita bohong besar. Kami Menduga paling banyak sekitar 60 persennya saja tak lebih dari 3 juta sertifikat dengan menghabiskan uang rakyat  Rp 6,3 Triliun.

 

 

Penulis :Anhar Nasution (Mantan Ketua Panja Pertanahan Komisi II DPR RI Dan Ketua Umum LSM FAKTA)

 

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs